![]() |
Lokasi Prasasti Cani ditemukan di Desa Candisari, Sambeng, Lamongan |
Prasasti
Pamwatan dan Prasasti Lain Sebagai Penguat
Mengacu pada prasasti Pamwatan
(Sekitar: 965 Saka/ 1043 M/ Sejarawan LC Damais: 10 November 1042) yang
ditemukan di Desa Pamotan Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan tentu dapatlah
diambil sebuah hipotesis bahwa wilayah Jatipandak dulunya tentu juga merupakan
termasuk pada daerah kekuasaan Raja Airlangga, mengingat Jatipandak dengan
Pamotan hanya berjarak + 2 km saja, namun tidak diketahui jelas apakah
Jatipandak saat itu sudah berbentuk perdukuhan atau masih berupa hutan
belantara, karena memang tak ditemukan peninggalan jelas berkaitan dengan napak
tilas Raja Airlangga seperti Prasasti Pamwatan di wilayah Pamotan.
Akan tetapi sangat disayangkan
sekitar awal 2000-an pasca semakin terkenalnya Prasasti Pamwatan sebagai
warisan Airlangga, prasasti tersebut hilang dicuri oleh pihak yang tak
bertanggungjawab dan hanya menyisahkan bekas alas tempat dudukan prasasti (Yoni).
Minimnya kepedulian dan pengamanan dari masyarakat setempat menjadi salah satu
penyebab utama raibnya prasasti legendaris Raja Airlangga tersebut. Dikatakan
legendaris sebab prasasti yang berbahasa Jawa Kuno tersebut memuat pemaparan
tentang ibukota keraton baru Kerajaan Kahuripan Airlangga yang melalui prasasti
tersebut diperkirakan adalah daerah yang disebut Dahanapura (Daha), dengan kata
lain prasasti Pamwatan sedikit banyak berkaitan erat dengan peristiwa menjelang
turun tahtanya Raja Airlangga, namun tak ketahui jelas tentang dimanakah letak
daerah yang disebut Dahanapura (Daha) tersebut, karena tulisan bagian bawah
prasasti Pamwatan tidak nampak jelas, beberapa kalangan menganggap bahwa daerah
yang disebut Dahanapura (Daha) adalah Pamotan sendiri, adapula pihak yang
mengaitkan dengan daerah “Daha” di Kediri, mengacu pada realita bahwa Raja
Airlangga menjelang turun tahta membagi kerajaannya menjadi dua kerajaan;
Jenggala dan Panjalu (Kadiri).
Selain prasasti Pamwatan, ditemukan
pula prasasti warisan Airlangga lain sebagai penguat napak tilas di Lamongan
selatan yang juga banyak disinggung pemerhati sejarah, seperti Prasasti Cani
(943 Saka /1021 M) yang berisikan tentang penganugerahan gelar “Sima” kepada
penduduk daerah Cani (Candisari) yang membantu dan mengabdi pada Raja Airangga
melindungi benteng kekuasaan wilayah kerajaan bagian barat. Prasasti ini kini
disimpan di museum nasional Jakarta dan hanya menyisahkan bekas lahan temuan
yang kini diberi papan tanda petunjuk berisikan catatan seputar isi prasasti.
Selain Cane warga daerah Pataan juga pernah diberi gelar “sima” oleh Raja Airlangga atas kesediaanya menerima kehadiran Raja Airlangga dan pengikutnya yang mengusi dari keraton Wwtan Mas akhibat serangan pasukan Wurawari. Peristiwa ini dicatat dalam prasasti Patakan (1042 M) yang kini juga disimpan di Museum Nasional Jakarta, prasasti ini juga merujuk pada sebuah bangunan suci persembahan Raja Airlangga pada pemuka agama setempat bernama Sang Hyang Patahunan yang kabar terakhir kerap dikait-kaitkan dengan ditemukannya bangunan seperti candi di persawahan Dusun Montor Desa Pataan Kecamatan Sambeng.
Selain Cane warga daerah Pataan juga pernah diberi gelar “sima” oleh Raja Airlangga atas kesediaanya menerima kehadiran Raja Airlangga dan pengikutnya yang mengusi dari keraton Wwtan Mas akhibat serangan pasukan Wurawari. Peristiwa ini dicatat dalam prasasti Patakan (1042 M) yang kini juga disimpan di Museum Nasional Jakarta, prasasti ini juga merujuk pada sebuah bangunan suci persembahan Raja Airlangga pada pemuka agama setempat bernama Sang Hyang Patahunan yang kabar terakhir kerap dikait-kaitkan dengan ditemukannya bangunan seperti candi di persawahan Dusun Montor Desa Pataan Kecamatan Sambeng.
Jejak Raja Airlangga di
Lamongan selatan semakin diperkuat dengan ditemukannya Prasasti Pucangan di
lereng gunung penanggungan pada masa pendudukan Gubernur Raffles asal Inggris
di Nusantara sehingga prasasti tersebut kini disimpan di Museum Calluta India,
kala itu India juga merupakan pusat jajahan dari kerajaan Inggris. Adapun yang
disinggung dalam prasasti ini salah satunya adalah tentang pemaparan adanya
pertapaan di daerah Pucangan (Ngusikan Jombang) yang diindikasi merupakan
tempat “uzlah” Raja Airlangga pasca turun tahta dan pembagian wilayah.
Hal ini dikuatkan pula dengan ditemukannya makam petilasan putri pertama Raja Airlangga Sanggramawijaya Tunggadewi atau dikenal dengan Dewi Kili Suci didaerah Pucangan (Gunung Pucangan) yang konon menolak pemberian tahta dari ayahanda dan justru memilih untuk menjadi petapa untuk menjauhi kepentingan duniawi. Selain petilasan Dewi Kili Suci di Gunung Pucangan juga didapati petilsan beberapa pengikut setia Dewi Kili Suci yang salah satunya adalah tokoh pemuda berjuluk “Maling Cluring”, karena kebiasaannya mencuri harta kaum bangsawan yang tamak dan membagikan harta tersebut pada kalangan yang membutuhkan.
Empat prasasti Airlangga diatas merupakan prasasti utama yang kerap disinggung para sejarawan berkenaan dengan napak tilas Kerajaan Kahuripan Raja Airlangga di Lamongan Selatan (Termasuk Jatipandak). Sebenarnya masih banyak lagi temuan prasasti di Lamongan Selatan (Sambeng-Ngimbang) yang kerap dikaitkan beragai pihak dengan Airlangga namun jarang disinggung para sejarawan karena minimnya penelitian, seperti; Prasasti Sumbersari I dan II, Prasasti Lawan, Prasasti Nogojatisari, Prasasti Garung, Prasasti Wotan, Prasasti Sendangrejo, dan lain sebagainya. (Tamat)
*) Tulisan Diatas Merupakan Potongan Sub Artikel Penulis Tentang Napak Tilas Jatipandak
Hal ini dikuatkan pula dengan ditemukannya makam petilasan putri pertama Raja Airlangga Sanggramawijaya Tunggadewi atau dikenal dengan Dewi Kili Suci didaerah Pucangan (Gunung Pucangan) yang konon menolak pemberian tahta dari ayahanda dan justru memilih untuk menjadi petapa untuk menjauhi kepentingan duniawi. Selain petilasan Dewi Kili Suci di Gunung Pucangan juga didapati petilsan beberapa pengikut setia Dewi Kili Suci yang salah satunya adalah tokoh pemuda berjuluk “Maling Cluring”, karena kebiasaannya mencuri harta kaum bangsawan yang tamak dan membagikan harta tersebut pada kalangan yang membutuhkan.
Empat prasasti Airlangga diatas merupakan prasasti utama yang kerap disinggung para sejarawan berkenaan dengan napak tilas Kerajaan Kahuripan Raja Airlangga di Lamongan Selatan (Termasuk Jatipandak). Sebenarnya masih banyak lagi temuan prasasti di Lamongan Selatan (Sambeng-Ngimbang) yang kerap dikaitkan beragai pihak dengan Airlangga namun jarang disinggung para sejarawan karena minimnya penelitian, seperti; Prasasti Sumbersari I dan II, Prasasti Lawan, Prasasti Nogojatisari, Prasasti Garung, Prasasti Wotan, Prasasti Sendangrejo, dan lain sebagainya. (Tamat)
*) Tulisan Diatas Merupakan Potongan Sub Artikel Penulis Tentang Napak Tilas Jatipandak
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.