Dalam sebuah proses pembelajaran tidak bisa berdiri
sendiri, melainkan harus terintegrasi antar satu komponen unsur pembelajaran
satu dengan lainnya, sebut saja seperti guru, peserta didik, media, hingga
bagan ajar. Adapun nama terakhir merupakan salah satu komponen pembelajaran
yang tak bisa dianggap remeh urgensinya, sebab dalam proses pembelajaran pasti
memerlukan sebuah bahan ajar sebagai sumber ilmu pengetahuan seputar materi
yang akan disampaikan. Pemilihan bahan ajar sendiri juga pastinya akan berimbas
pada penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang ditargetkan, baik
pengetahuan, keterampilan, sosial, atau bahkan kepribadian.
Disinilah bahan ajar menyandang kedudukan sebagai
penentu dalam terwujudnya keefektifan proses pembelajaran, mulai dari proses
perencanaan pembelajaran hingga tahap evaluasi dan umpan balik. Simpelnya jika
seorang guru asal pilih atau kurang menyiapkan sebuah bahan ajar yang sesuai
dengan tipikal konten pembelajaran maka peserta didik niscaya akan mengalami
kesulitan dalam memahami sebuah kompetensi yang ditagetkan dalam sebuah
bahasan. Disinilah Ida Malati Sadjati
melalui tulisannya menyebut bahwa bahan ajar menyandang sebagai hal yang unik
keberadaannya dalam rangkaian proses pembelajaran, dikatakan olehnya bahwa
keunikan bahan ajar adalah hanya dapat digunakan untuk audiens tertentu dalam
suatu proses pembelajaran tertentu.
Fungsi bahan ajar lainnya diungkapkan oleh Ika Lestari yang dalam tulisannya ia
mengomentari perkembangan zaman yang menggeser paradigma teacher sentries ke arah student
sentries. Maksudnya adalah paradigma pendidik yang awalnya sebagai sumber
belajar satu-satunya, namun saat ini mengarah sebagai fasilitator peserta didik
menuntut kehadiran sebuah bahan ajar supaya menjembatani permasalahan
keterbatasan kemampuan daya serap peserta didik dan keterbatasan kemampuan
pendidik dalam proses belajar mengajar di kelas. Adapun terkait pemilihan bahan
ajar yang baik Meilan Arsanti dalam jurnalnya menyebut bahwa karakteristik
bahan ajar yang baik adalah substansi materi diakumulasi dari standar
kompetensi atau kompetensi dasar yang tertuang dalam kurikulum, mudah dipahami,
memiliki daya tarik, dan mudah dibaca.
Dengan memperhatikan pendapat tiga tokoh diatas maka
kita akan mendapat satu benang merah tentang bahan ajar dan pembelajaran,
dimana posisi bahan ajar terbilang vital dalam sebuah bangunan pembelajaran.
Jika sebuah bahan ajar gagal mengambil perannya sebagai sumber ilmu pengetahuan
maka sebuah proses pembelajaran akan terhambat dan lambat laun akan mati
kehilangan eksistensinya sebagai sumber belajar.
Maka dari sinilah pengembangan sebuah bahan ajar
harus selalu dikembangkan secara dinamis, tidak hanya melihat realitas sebuah objek,
kebutuhan peserta didik, tingkat kesukaran, atau karakteristik materi yang akan
disampaikan. Tetapi yang perlu dicatat adalah pengembangan bahan ajar harus
selalu memperhatikan kondisi lingkungan, seperti sejauh mana bahan ajar mampu
menyesuaikan dengan pola pikir peserta didik di sebuah lingkungan sosial. Ini
disebabkan karena tiap lingkungan sosial yang berbeda pasti akan berpotensi
melahirkan satu pola pikir khas. Tentunya perbedaan pola pikir tiap individu
inilah yang akan menjadi pertimbangan dalam penggunaan bahan ajar sesuai sudut
pandang pemanfaatannya. Pemanfaatan bahan ajar yang dilakukan tidak melihat
kondisi peserta didik, baik itu budaya, pemikiran, daya kreasi. atau hal lain
yang melekati, pastinya sebuah bahan ajar akan gagal menjalankan perannya
sebagai sumber belajar yang diharapkan menjadi sarana rekontruksi pembelajaran
di waktu yang akan datang.
Islam sendiri sangat memperhatikan
sebuah tahapan untuk melakukan pengembangan yang bersifat keilmuan, ditegaskan
sebagaimana istilah Ulil Albab dalam QS Imran 190 – 191 yang menyebut bahwa
ciri kelompok Ulil Albab adalah yang senantiasa hatinya berdzikir pada Allah
Swt serta akalnya mampu digunakan untuk melakukan proses berfikir tentang
segala ayt-ayat kauniyah Allah Swt dilangit dan dibumi. Melalui proses berfikir
inilah secara tersirat berkaitan dengan penegasan untuk mengembangkan sebuah
bahan ajar sebagai sumber pengetahuan yang pastinya membutuhkan sebuah
rangkaian proses berfikir secara mendalam.
Bahkan
dalam QS Al Nahl : 66 disebutkan tentang penegasan seputar ayat kauniyah dalam
hal ini hewan ternak yang dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk melakukan
intropeksi diri :
وَإِنَّ
لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۖ نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ
بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu
benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa
yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah,
yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (QS Nahl : 66)
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.