TAJHIZUL JENAZAH Adalah Sunnatullah Yang
Berhukum Fardhu Kifayah Untuk dilakukan Kepada Setiap Muslim Yang Wafat,
Meliputi; Memandikan, Mengkafani, Mensholati, Dan Mengkubur. Kecuali pada
kondisi tertentu yang disinggung Syari’at.
Manusia tidak punya hak
menilai derajat seseorang kafir atau derajat keislaman seseorang, karena
yang berhak menilai hanya Allah. Maka apapun yang terjadi pada si muslim yang
meninggal, asalkan secara fisik ia dianggap islam maka tetap fadrhu kifayah
untuk dilakukan Tajhizul Jenazah.
Jika seseorang muslim
didaerah tertentu tidak melakukan Tajhizul Janazah atas seorang muslim yang
meninggal, walaupun atas dasar si muslim tersebut telah berbuat keji. Maka
seluruh muslim di daerah tersebut akan berdosa besar.
Dalil (Dasar) Hukum
AQLI
(Berdasarkan Nalar Akal) = |
Manusia khsusunya Muslim
Terlahir di bumi membawa kemulyaan Allah Swt, dengan status Fitrah
(Suci), maka ketika meninggal wajib hukumnya juga untuk dimulyakan dalam
rangka kembali pada Allah Swt |
NAQLI
(Qur’an / Hadits) |
تُوفيتْ
إحدى بناتِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ ، فخرج فقال : اغْسِلْنَها ثلاثًا
، أو خمسًا ، أو أكثرَ من ذلك إن رأيتُنَّ ذلك ، بماءٍ وسدرٍ ، واجعلنَ في
الآخرةِ كافورًا ، أو شيئًا من كافورٍ، فإذا فرغتُنَّ فآذِنَّنِي فلما فرغنا
آذناه فألقى إلينا حقوه فضفرنا شعرها ثلاثة قرون وألقيناها خلفها “Salah
seorang putri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam meninggal (yaitu Zainab). Maka
beliau keluar dan bersabda: “mandikanlah ia tiga kali, atau lima kali atau
lebih dari itu jika kalian menganggap itu perlu. Dengan air dan daun bidara.
Dan jadikanlah siraman akhirnya adalah air yang dicampur kapur barus, atau
sedikit kapur barus. Jika kalian sudah selesai, maka biarkanlah aku masuk”.
Ketika kami telah menyelesaikannya, maka kami beritahukan kepada beliau.
Kemudian diberikan kepada kami kain penutup badannya, dan kami menguncir
rambutnya menjadi tiga kunciran, lalu kami arahkan ke belakangnya” (HR.
Bukhari no. 1258, Muslim no. 939) |
Siapa Yang
Memandikan Jenazah ?
Jenazah laki-laki harus
dimandikan laki-laki, begitu juga perempuan harus perempuan. Kecuali si mayit
masih anak-anak belum baligh. Jika berkelamin ganda (Khunsa) harus dipastikan
kelamin mana yang dominan.
Keluarga dekat merupakan
yang lebih diprioritaskan dalam hal memandikan mayit, tetapi harus memerhatikan
jenis kelamin dan mahrom. Diperbolehkan juga suami memandikan jenazah istrinya,
begitu juga sebaliknya.
Jika disuatu daerah
dihuni satu jenis kelamin saja, tidak ada seseorang pun yang sama kelaminnya
dengan si mayit, maka si mayit tidak dimandikan, digantikan dengan tayamum.
Bagiamana Jenazah
Yang Tidak perlu dimandikan ?
Ada beberapa keadaan yang
membuat jenazah muslim tidak perlu dimandikan atau mendapat keringanan tidak
perlu dimandikan, meliputi;
1.
Mati Syahid (Gugur) saat membela Islam, jenazah ini tidak perlu
dimandikan dan dikafani, langsung dishlalati lalu dikubur dengan pakaiannya
yang dikenakannya.
2.
Jenazah yang rusak atau hancur, seperti tubuhnya melepuh efek terbakar, atau hancur
seluruh badannya, dan jika dimandikan dikhawatirkan akan semakin memburuk,
jenazah ini boleh tidak dimandikan dengan digantikan tayamum.
3.
Janin bayi, yang terlahir atau tidak sengaja lahir (keguguran) tidak
dalam bentuk utuh (bayi pada umumnya) atau kurang dari empat bulan, maka tidak
dianggap jenazah. Janin ini cukup dibungkus kafan secukupnya, dan dikubur.
4.
Jenazah yang terbukti punya penyakit menular, jenazah ini boleh tidak dimandikan dengan dalih dikhawatirkan
penyakitnya menular melalui air basuhan. Maka proses memandikan digantikan
tayamum. Namun jika dirasa yakin tentang protokol kesehatan dikala memandikan
maka tetap diperbolehkan memandikan sesuai hokum aslinya. Kasus ini kerap kali
dijumpai dalam fenomena pandemi covid 19.
5.
Tidak ada air atau air tidak mencukupi, maka proses memandikan jenazah diganti Tayamum
6.
Potongan tubuh orang kecelakaan yang dijumpai setelah
proses penguburan, maka
tidak perlu dilakukan empat tahapan lagi, langsung dibungkus kafan secukupnya
dan dikubur, juga tidak disyariatkan dikubur pada liang kubur yang sama.
Apa Saja Adab Memandikan Jenazah ?
Hal yang tak kalah penting, bahwa selain harus sesama jenis atau sesama mahrom, yang memandikan mayit juga harus ‘alim, wira’i, dan terpercaya atas segala tindakannya.
Disunnahkan juga bagi orang yang memandikan jenazah untuk mandi besar setelah melakukan tahapan memandikan jenazah. Dengan niat melakukan mandi sunnah karena Allah ta’ala.
Dalam Fatawa Syabakah
Islamiyah, fatwa ‘Ulama salaf mesir disebutkan fatwa menarik tentang adab
tahjizul Janazah;
فمن
المقرر شرعاً أن حرمة المسلم وهو ميت كحرمته وهو حي، ومن ثم فلا يجوز التعدي على
حرمته
”Bagian prinsip penting dalam syariat, kehormatan seorang muslim
ketika sudah mati statusnya sama dengan kehormatannya ketika masih hidup.
Karena itu, tidak boleh dilanggar kehormatannya.” (Fatawa Syabakah
islamiyah, no. 12511)
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.