Sebuah Nostalgia
Bagi penikmat internet awal
2000-an tentu tak asing dengan sebuah media layanan “blog” baik itu yang bertipe
blogger atau pun produk dari wordpress. Sebuah platform media virtual yang
sempat popular di masa awal millennium 2000-an sebelum akhrinya populeritasnya
kini tergeser dengan maraknya berbagai jejaring sosial yang dengan mudah
diakses melalui media sakti gadget.
Wajar saja karena memang sebelum serbuan jejaring sosial meraja lela dalam kurun waktu 2010-an, fitur-fitur media virtual memanglah terbatas alias hanya ini itu. Praktis hanya empunya sosial media “Friendster” yang kala itu menjadi serbuan para muda mudi penikmat jagat sosial media Indonesia, itu pun masih terbatas pada konten tertentu. Jadi wajar jika kala memang blog banyak penggunanya, ntah digunakan sebagai majlis curhatan melalui kisah diary keseharian, memosting gambar-gambar yang diaggap menarik, atau bahkan yang mempergunakannya untuk melatih keterampilan jurnalistik virtual berbasis web.
Wajar saja karena memang sebelum serbuan jejaring sosial meraja lela dalam kurun waktu 2010-an, fitur-fitur media virtual memanglah terbatas alias hanya ini itu. Praktis hanya empunya sosial media “Friendster” yang kala itu menjadi serbuan para muda mudi penikmat jagat sosial media Indonesia, itu pun masih terbatas pada konten tertentu. Jadi wajar jika kala memang blog banyak penggunanya, ntah digunakan sebagai majlis curhatan melalui kisah diary keseharian, memosting gambar-gambar yang diaggap menarik, atau bahkan yang mempergunakannya untuk melatih keterampilan jurnalistik virtual berbasis web.
Pribadi sendiri mulai terjun
bergeliat media virtual blog tatkala menginjak bangku Madrasah Aliyah melalui
tugas khusus oleh guru TIK untuk membuat sebuah blog pribadi, lalu mengisinya
dengan berbagai konten pilihan, ntah itu konten “copas” dari web-web lainnya
atau menulis sendiri secara bebas. Saat itu masih teringat blog buatan pribadi
(arek-japan.blogspot.com) dimana blog tersebut berfokus tentang konten-konten
seputar kajian topografi geografi berjudul “Indahnya Bumi Ini” meskipun
mayoritas konten isinya bukanlah buatan sendiri melainkan asal comot dari web
lain yang memiliki karakater sama.
Wajar saja saat itu memang penilaian blog dari guru pembimbing adalah bukan dari kualitas sebuah blog melainkan kuantitas postingan apalagi kala itu pribadi juga nihil dari keilmuan merangkai sebuah kata untuk menyampaikan sebuah dialeka, toh tujuan pembuatan blog kala itu adalah untuk membiasakan diri dalam geliat media penulisan berbasis blog. Alhasil memperbaiki kuantitas blog dengan berbagai postingan dan membongkar pasang sebuah “html” merupakan sebuah hiburan tersendiri dalam media maya yang memang masih terbebas dari jejaring sosial.
Selain itu sebuah “blog” juga dianggap sebagai salah satu solusi alternatif untuk mengeksiskan diri dan ikut andil berkontribusi ditengah jagat raya dunia maya untuk berbagai suatu konten dan pengalaman yang telah dialami, tanpa harus bersusah payah membuat sebuah website berbayar. Inilah yang menjadi salah satu sebab populernya jejaring “blog” kala itu baik yang disediakan oleh blogger, wordpress, atau platform sejenis lainnya.
Wajar saja saat itu memang penilaian blog dari guru pembimbing adalah bukan dari kualitas sebuah blog melainkan kuantitas postingan apalagi kala itu pribadi juga nihil dari keilmuan merangkai sebuah kata untuk menyampaikan sebuah dialeka, toh tujuan pembuatan blog kala itu adalah untuk membiasakan diri dalam geliat media penulisan berbasis blog. Alhasil memperbaiki kuantitas blog dengan berbagai postingan dan membongkar pasang sebuah “html” merupakan sebuah hiburan tersendiri dalam media maya yang memang masih terbebas dari jejaring sosial.
Selain itu sebuah “blog” juga dianggap sebagai salah satu solusi alternatif untuk mengeksiskan diri dan ikut andil berkontribusi ditengah jagat raya dunia maya untuk berbagai suatu konten dan pengalaman yang telah dialami, tanpa harus bersusah payah membuat sebuah website berbayar. Inilah yang menjadi salah satu sebab populernya jejaring “blog” kala itu baik yang disediakan oleh blogger, wordpress, atau platform sejenis lainnya.
Setelah virus jejaring sosial
mulai menyerbu dengan diawali populeritas facebook yang menggeser friendster hingga
fase selanjutnya disambut dengan kemunculan berbagai media sosial berbasis smartphone.
Nah, inilah awal mula bergesernya kiblat warganet dalam berselancar di jagat
virtual, dari kebiasaan googling mencari informasi-informasi yang dikehendaki melalui
keyword berpindah menuju platform media sosial sebagai bangunan baru jagat maya
hingga memunculkan wacana baru sebuah institusi virtual. Meskipun sebenarnya
masih ada juga yang tetap setia mengeksiskan diri dalam geliat viral di search
engine meskipun terbatas untuk mencari informasi tertentu.
Ntah mencari kabar suatu topik berita tertentu, mencari harga barang suatu lapak online, atau bahkan mencari referensi guna menyelesaikan sebuah karya kepenulisan. Meskipun demikian tak bisa dipungkiri bahwa “blog” memanglah telah dianggap usang, terkalahkan dengan berbagai populeritas layanan virtual lainnya baik media jejaring sosial atau justru berbagai aplikasi dan permainan yang ditawarkan oleh para penyedia konten hiburan.
Ntah mencari kabar suatu topik berita tertentu, mencari harga barang suatu lapak online, atau bahkan mencari referensi guna menyelesaikan sebuah karya kepenulisan. Meskipun demikian tak bisa dipungkiri bahwa “blog” memanglah telah dianggap usang, terkalahkan dengan berbagai populeritas layanan virtual lainnya baik media jejaring sosial atau justru berbagai aplikasi dan permainan yang ditawarkan oleh para penyedia konten hiburan.
Evolusi Blog
Setelah sekilas bernostalgia
tentang masa kejayaan konten “blog” yang ditandai marak bermunculan berbagai
blog dengan beraneka tipe konten yang ditawarkan. Masa dimana sebuah postingan
artikel “blog” kerap dipenuhi berbagai komentar dari para pengunjung baik di
kolom komentar maupun di buku tamu berbentuk “html”. Nah, di jagat virtual masa
kini memang tak bisa ditepis kenyataan bahwa sangat sulit mendapatkan
pengunjung (Viewer) blog yang memang benar-benar menjadi penikmat sejati. Bukan
hanya sekedar “numpang lewat” membaca sebuah konten atau bahkan lebih parah
lagi yakni memotong sebuah konten yang telah dipaparkan. Melainkan juga yang
merelakan untuk menyempatkan memberikan feedback atas sebuah konten
opini yang telah ditulis, baik berupa kritik saran atau justru tambahan
informasi dari sebuah tulisan yang telah dinikmati.
Memang di era virtual yang serba materialistik
kini berbagai konten aplikasi media virtual kerap dipenuhi bumbu-bumbu promosi
mencari sebuah motif ekonomi. Tak khayal jika di berbagai media sosial pun kerap
terdapati sebuah sponsor, iklan, atau bahkan pesan berantai berupa promosi
barang dagangan. Tampanya berbagai media berbasis web yang berafiliasi langsung
dengan seach engine pun tak hanya statis namun juga ikut berkembang dalam geliat
materialistik jagat virtual. Hal ini ditandai dengan muncunya berbagai aplikasi
web penyedia layanan bisnis online semacam; OLX, Bukalapak, Traveloka, atau
bahkan situs prokontra nikahsiri.com yang di cap sebagai bisnis haram oleh fatwa
Majlis ‘Ulama Indonesia.
Hingga akhirnya paradigma para bloggers (penikmat blog) pun sebagian telah berganti haluan, dari asal muasal mengelola blog sebagai media berbagi wawasan akan eksistensi diri. Nah, kini tak jarang yang jutru sibuk mengelola blog demi komersialisasi mencapai keuntungan dari sebuah dollar atau paypal melalui iklan-iklan yang diselipkan diberbagai macam konten tulisan.
Hingga akhirnya paradigma para bloggers (penikmat blog) pun sebagian telah berganti haluan, dari asal muasal mengelola blog sebagai media berbagi wawasan akan eksistensi diri. Nah, kini tak jarang yang jutru sibuk mengelola blog demi komersialisasi mencapai keuntungan dari sebuah dollar atau paypal melalui iklan-iklan yang diselipkan diberbagai macam konten tulisan.
Bukannya mengkritik tentang paradigma
materialistik dan komersial dalam paradigma penikmat peradaban virtual yang
mengesampingkan nilai kualitas daripada kuantitas. Namun pribadi hanya
menyayangkan jika berbagai konten “blog” dan platform virtual lainnya hanya dibuat
semata-mata demi mencapai keuntungan materialistik saja dengan mengesampingkan
penuh kualitas sebuah konten gagasan yang disebar. Bahkan yang lebih parah lagi
adalah menggunakan media-media tersebut untuk menyebar berita dan gagasan provokatif
di lingkungan masyarakat, ntah bertujuan semata-mata untuk memecah belah
persatuan suatu golongan atau hanya sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan
melalui gagasan-gagasan “panas” yang disebar-luaskan.
Terkini bahkan marak bermunculan
konten-konten informasi penebar berita palsu (hoaks) di jagat virtual. Beberapa
diantaranya bahkan berupa postingan melalui sebuah “blog-blog” yang samar akan
siapa empu pengelolahnya. Terbaru sebagaimana yang dipaparkan Jawapos
(06/11/17) dalam rubik “Hoax atau Bukan” terkait fenomena akun Facebook palsu yang
mengaku milik seorang anggota Kopasus berama Setyo Wahyu Fajar. Melalui akun palsu
ber-username “Namaku Fajar” tersebut, kerap kali didapati menshare berbagai
link-link berita “panas” dari aneka blog yang samar akan si pemilik, semacam; ( berita-nusantara-tranding.blogspot.com,
salamredaksi-kita.blogspot.com, suarapribumi-indonesia.blogspot.com ).
Bahkan terbaru "Akun Palsu"
tersebut terakhir kali menshare beberapa postingan dari sebuah blog ntah
berantah harapan-rakyat-indonesia.blogspot.com berjudul “BANSER: Ormas
FPI itu ormas cabul yang harus dibubarkan". Ada pula konten berjudul “Ketua
BANSER: Jika FPI tak setuju pembubaran Pengajian Felix, maka kami tantang
kalian untuk perang”. Memang postingan dari blog tersebut sangatlah provokasi
dan memang berbau adu domba antar elemen masyarakat. Namun bagi pihak yang
terbiasa berfikir moderat dan bijak memilih sumber informasi tentu akan mudah
meyakini bahwa kabar dari postingan blog tersebut adalah palsu (Hoax), jangankan
membaca secara utuh tipologi postingan gagasan melihat sekilas dari alamat blog
tersebut sudah didapati keraguan akan kebenaran informasi yang disampaikan.
Parahnya merujuk yang disampaikan
dalam rubik jawapos edisi (06/11/17) ternyata beberapa judul postingan termasuk
dua judul sebagaimana diatas hanyalah “postingan samaran” hanya berbentuk Clickbait,
dalam artian konten tulisan provokatif yang diterbitkan sebenarnya hanya berupa
bagian judul saja tanpa disertai uraian penjelasan yang memaparkan gambaran judul
yang disampaikan. Mirisnya lagi isi dari blog-blog tersebut mayoritas hanya
berupa antologi iklan-iklan sex vulgar dari adnow yang dipasang guna mendulang
uang dollar dari pengujung yang membuka iklan tersebut.
Nah, didapatlah simpulan dari
akhir dialeka lepas kali ini bahwa perkembangan peradaban virtual secara dinamis
hingga membawa pengaruh materialistik komersialis pada akhirnya kerap membawa
haluan “permak” berbagai jagat media virtual demi mendapatkan keuntungan
berlipat ganda. Meskipun diantaranya jutru yang rela bertaruh diri dengan
menebar berita paslu berbasis provokasi di berbagai konten aplikasi. Diataranya
termasuk aplikasi “blog” yang kini tak lagi sebagai media penebar eksistensi
diri akan keilmuan murni, pengalaman gagasan membangun dari pribadi-pribadi.
Namun kini separuh geliat blog telah berevolusi dengan berbagai konten-konten
provokasi demi memperkaya diri, meskipun persatuan keikaan ruang masyarakat
menjadi tumbal akan tak sempurna sebuah proses evolusi yang telah dijalani.
2 Komentar
Waspadai Penyebaran Ajaran Menyimpang
BalasHapusHati-hati penyebaran konten berbau agama di sosmed
Akun provokatif identitas dan foto palsu
Waspadai akun provokatif di medsos
suwun pangingatnya lur ...
Hapusprovokasi dibalas dengan provokasi.. itulah realita busuk di jagat virtual yang tak dapat dielakkan.
Terima kasih atas masukan anda.