Pengantar
Israel
kembali diatas angin usai kolega utamanya Amerika Serikat melalui presidennya
Donald Trump dalam jumpa pers secara terang-terangan mengakui eksistensi Israel
atas kota Yerussalem. Bagi Trump kedaulatan Yerussalem merupakan hak bagi warga Israel, karenanya pula pasca
putusan itu digaungkan maka Trump segera memberikan mandat kepada Kedubes AS
untuk hijrah dari Tel Aviv menuju Yerussalem.
Alhasil seluruh dunia pun dibuat gempar dengan intervensi Trump tersebut, sebagian berargumen bahwa keputusan Trump bukan malah menyelesaikan konflik Israel vs Palestina melainkan justru laksana menyiram api dengan cairan minyak, tentu api tersebut bukan malah meredup tetapi justru semakin berkobar membakar kayu-kayu bakar hingga menjadi abu layan.
Alhasil seluruh dunia pun dibuat gempar dengan intervensi Trump tersebut, sebagian berargumen bahwa keputusan Trump bukan malah menyelesaikan konflik Israel vs Palestina melainkan justru laksana menyiram api dengan cairan minyak, tentu api tersebut bukan malah meredup tetapi justru semakin berkobar membakar kayu-kayu bakar hingga menjadi abu layan.
Hampir
semua kalangan yang kontra tentu beropini dalam benaknya, untuk apa AS harus
mati-matian mendukung sepak terjang Israel meski sebenarnya tindakan tersebut
berpotensi berimbas pada kemunculan mosi tidak percaya civil word dengan
negara “Paman Sam” tersebut. Terlepas dari gerakan politik Trump mengambil hati
pendukungnya yang memiliki darah Yahudi pasca merebaknya isu keterlibatan
Vladimir Putin atas kemenangan Trump atas Hilary dalam pemeilihan presiden AS
kemarin.
Akan tetapi jika ditarik secara kronologis garis lurus kebelakang tentu lah kebijakan Trump yang terkesan Israel sentris bukanlah hal yang baru. Mengacu pada peristiwa kongres senator Amerika ke-104 pada 23 Oktober 1995 yang salah satu hasilnya adalah resolusi untuk mengebalikan Yerussalem atas hak Israel bukan lagi menyandang status quo.
Dalam artian bahwa melalui konstitusi tersebut tertera jelas bahwa Amerika mendukung Israel terkait rencana pemindahan ibukotanya dari Tel Aviv menuju Yerussalem. Lantas mengapa AS gemar mengambil kecondongan sikap kepada negeri zion tersebut, apa hanya didasari sebab penggalangan dukungan warga Amerika berdarah Yahudi atas dirinya seperti yang kerap kali disebut oleh para jurnalis berita, atau terdapat sebab lain yang menjadi sebuah tali pengikat antar dua negara tersebut. Lupakan, hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan tersebut yang memang sarat memunculkan hipotesis-hipotesis diagnosa.
Akan tetapi jika ditarik secara kronologis garis lurus kebelakang tentu lah kebijakan Trump yang terkesan Israel sentris bukanlah hal yang baru. Mengacu pada peristiwa kongres senator Amerika ke-104 pada 23 Oktober 1995 yang salah satu hasilnya adalah resolusi untuk mengebalikan Yerussalem atas hak Israel bukan lagi menyandang status quo.
Dalam artian bahwa melalui konstitusi tersebut tertera jelas bahwa Amerika mendukung Israel terkait rencana pemindahan ibukotanya dari Tel Aviv menuju Yerussalem. Lantas mengapa AS gemar mengambil kecondongan sikap kepada negeri zion tersebut, apa hanya didasari sebab penggalangan dukungan warga Amerika berdarah Yahudi atas dirinya seperti yang kerap kali disebut oleh para jurnalis berita, atau terdapat sebab lain yang menjadi sebuah tali pengikat antar dua negara tersebut. Lupakan, hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan tersebut yang memang sarat memunculkan hipotesis-hipotesis diagnosa.
Politikasisi
Agama Israel
Kemudian
yang tak kalah penting untuk disinggung terkait Israel adalah apa alasan negara
tersebut gigih berani dan pantang menyerah dalam berjuang menguasai Yerussalem
secara kaffah. Bukan hanya mengekspansi Yerussalem barat yang terdapat bangunan
tembok ratapan, melainkan juga daerah Yerussalem Timur yang terdapat Masjidil
Al Aqsha pula. Sebagaimana kerap kali disinggung oleh pakar sejarah bahwa
Yerussalem menyandang status sebagai kota tiga agama.
Dalam artian bahwa kota menyandang posisi penting bagi tiga agama samawi (Yahudi, Nasrani, Islam) dalam perkembangan peradaban mereka, yang tak perlulah disinggung panjang lebar pembahasan tersebut dalam dialeka kali ini mengingat sudah banyaknya literasi perihal posisi Yerussalem dalam tiga agama samawi diatas.
Berkaitan dengan fanatisme berlebih masyarakat Israel pribadi menyimpulkan bahwa hal tersebut sedikit banyak tak lepas dari faktor historis, dimana sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa daerah Yerussalem dan sekitarnya dulunya memang meruapakan lokasi dari kerajaan Israel lama, dimuai sejak masa Nubuwah Nabi Musa As hingga nabi-nabi lain semacam Nabi Daud As dan Nabi Sulaiman As.
Alasan ini pula yang akhirnya kerap kali membuat Israel memiliki fanatisme berlebih sebagai modal menggerakkan ukhuwah keisraelan. Meskipun nyatanya ukhuwah yang ditampilkan sangatlah berlebih hingga sarat akan nilai negatif primordialisme, ethnosentrisme, hingga chauvinisme bahwa “Bangsa Israel adalah pilhan Tuhan”.
Dalam artian bahwa kota menyandang posisi penting bagi tiga agama samawi (Yahudi, Nasrani, Islam) dalam perkembangan peradaban mereka, yang tak perlulah disinggung panjang lebar pembahasan tersebut dalam dialeka kali ini mengingat sudah banyaknya literasi perihal posisi Yerussalem dalam tiga agama samawi diatas.
Berkaitan dengan fanatisme berlebih masyarakat Israel pribadi menyimpulkan bahwa hal tersebut sedikit banyak tak lepas dari faktor historis, dimana sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa daerah Yerussalem dan sekitarnya dulunya memang meruapakan lokasi dari kerajaan Israel lama, dimuai sejak masa Nubuwah Nabi Musa As hingga nabi-nabi lain semacam Nabi Daud As dan Nabi Sulaiman As.
Alasan ini pula yang akhirnya kerap kali membuat Israel memiliki fanatisme berlebih sebagai modal menggerakkan ukhuwah keisraelan. Meskipun nyatanya ukhuwah yang ditampilkan sangatlah berlebih hingga sarat akan nilai negatif primordialisme, ethnosentrisme, hingga chauvinisme bahwa “Bangsa Israel adalah pilhan Tuhan”.
Berbincang
tentang anggapan “Bangsa Israel adalah pilihan Tuhan” merupakan suatu
keniscayaan yang tentu juga berlaku pada setiap agama baik Nasrani atau bahkan
Islam. Namun dalam kasus tertentu doktrin ini kerap kali digunakan oleh beberapa
kelompok sebagai alat politikisasi agama untuk menggalang kesatuan.
Nah bagi masyarakat Israel umumnya mereka kerap kali menisbatkan doktrin tersebut kepada sabda-sabda Nabi Musa As tentang pujian pada masa lampau pada Bangsa Israel. Padahal jika difikir logika pujian-pujian Nabi Musa As kepada kaumnya Bansa Israel kala tiada lain bukan semata-mata memupuk perilaku “aku-sentris” hingga menganggap rendah kalangan luar. Melainkan saat itu memang kaum Israel mendapat kegalauan luar biasa dari ancaman raja Fir’aun alhasil mencoba menghibur kaumnya dengan sabda “quote” penyemangat merupakan salah-satu alternatif solusi untuk membangkitkan ghirah perjuangan melawan kebiadaban raja Fir’aun cs.
Nah bagi masyarakat Israel umumnya mereka kerap kali menisbatkan doktrin tersebut kepada sabda-sabda Nabi Musa As tentang pujian pada masa lampau pada Bangsa Israel. Padahal jika difikir logika pujian-pujian Nabi Musa As kepada kaumnya Bansa Israel kala tiada lain bukan semata-mata memupuk perilaku “aku-sentris” hingga menganggap rendah kalangan luar. Melainkan saat itu memang kaum Israel mendapat kegalauan luar biasa dari ancaman raja Fir’aun alhasil mencoba menghibur kaumnya dengan sabda “quote” penyemangat merupakan salah-satu alternatif solusi untuk membangkitkan ghirah perjuangan melawan kebiadaban raja Fir’aun cs.
Belum
lagi faktor “gagal move on-nya” beberapa anak turun Bangsa Israel tentang gambaran
kejayaan kerajaan legendaris Israel lama di era Nubuwah Daud As dan Sulaiman As
di jazirah Timur Tengah pada masa terdahulu. Tentulah hal tersebut akan semakin
membuat mereka menjadi-jadi untuk mendirikan kembali kekhilafahan Israel pasca
keruntuhan kerajaan lama akhibat serangan Bizantium yang menyebabkan kehancuran
besar kerajaan Israel.
Warga Kerajaan Israel pun banyak yang dibuhuh atau dijadikan budak oleh tentara dan politisi Bizantium. Adapun yang selamat harus merelakan meninggalkan tanah mereka untuk hijrah menyebar ke penjuru dunia guna mencari perlindungan. Sebelum akhirnya kekuasaan Bizantium di semenanjung Timur Tengah beralih tangan kepada bangsa Arab dimasa kehalifahan Umar Bin Khattab Ra melalui ekspansi besar-besaran jazirah luar.
Warga Kerajaan Israel pun banyak yang dibuhuh atau dijadikan budak oleh tentara dan politisi Bizantium. Adapun yang selamat harus merelakan meninggalkan tanah mereka untuk hijrah menyebar ke penjuru dunia guna mencari perlindungan. Sebelum akhirnya kekuasaan Bizantium di semenanjung Timur Tengah beralih tangan kepada bangsa Arab dimasa kehalifahan Umar Bin Khattab Ra melalui ekspansi besar-besaran jazirah luar.
Pada
masa-masa itu ekspansi wilayah memang sebuah tradisi dinasti lama, memilih di
kuasai atau mengasai itulah dua hal yang harus dipilih. Nah, untuk dapat
mempermudah penyebaran dakwah Islam akhirnya Khalifah Umar Bin Khattab pun
memutuskan untuk mengambil jalan tersebut, alasil sejak saat itu lah tanah Yerussalem
dan sekitarnya berpindah tangan kepada kaum muslimin.
Hingga terakhir berpindah tangan ke Dinasti Turki Ustmaniyyah di era berjilid-jilid Perang Salib melawan persekutuan bansga katholik di Eropa. Tentu saja anak turun Israel yang mayoritas beragama Yahudi mempunyai andil dalam memprovokasi bangsa salib untuk menyerang Ustmaniyyah, meskipun hal ini hanyalah perbincangan lepas dimana posisi Yahudi dalam perang salib tersebut. Faktor kedekatan kelompok Yahudi dengan basis salib eropa pasca terusir dari tanah kelahiran merupakan indikator keterlibatan Yahudi dalam perang atas nama agama tersebut, apalagi keduanya memang memiliki kepercayaan atas sakralnya perjanjian lama meskipun Yahudi tak mengakui eksistensi perjanjian baru.
Hingga terakhir berpindah tangan ke Dinasti Turki Ustmaniyyah di era berjilid-jilid Perang Salib melawan persekutuan bansga katholik di Eropa. Tentu saja anak turun Israel yang mayoritas beragama Yahudi mempunyai andil dalam memprovokasi bangsa salib untuk menyerang Ustmaniyyah, meskipun hal ini hanyalah perbincangan lepas dimana posisi Yahudi dalam perang salib tersebut. Faktor kedekatan kelompok Yahudi dengan basis salib eropa pasca terusir dari tanah kelahiran merupakan indikator keterlibatan Yahudi dalam perang atas nama agama tersebut, apalagi keduanya memang memiliki kepercayaan atas sakralnya perjanjian lama meskipun Yahudi tak mengakui eksistensi perjanjian baru.
Tumbal
Nyawa Zionisme
Setelah
melalang buana ditengah pengasingan ke penjuru dunia, sebagaian anak turunan
Israel (Yahudi) di penjuru dunia pada akhirnya sepakat membuat usaha untuk
menyatukan visi misi dan pengembalian jati diri. Bagi mereka kaum Yahudi
merupakan pewaris hak atas Yerussalem dan sekitarnya yang mereka anggap
merupakan lokasi kuil Nabi Sulaiman berada.
Alhasil Kongres Yahudi pertama pun mencat kepermukaan pada 29-31 Agustus 1897 yang akhirnya menghasilkan sebuah gerakan Zionisme sebagai sebuah ideologi pemompa semangat merebut kembali tanah kelahiran mereka (Yerussalem dan Sekitarnya). Kata “Zion” dalam padanan zinonisme berasal dari penisbatan objek “Bukit Zion” merupakan bukti nyata bahwa tindakan propaganda mereka menggunakan symbol agama untuk mempermudah mengambil dukungan sesama penganut Yahudi dalam penyatuan visi dan gerakan.
Alhasil Kongres Yahudi pertama pun mencat kepermukaan pada 29-31 Agustus 1897 yang akhirnya menghasilkan sebuah gerakan Zionisme sebagai sebuah ideologi pemompa semangat merebut kembali tanah kelahiran mereka (Yerussalem dan Sekitarnya). Kata “Zion” dalam padanan zinonisme berasal dari penisbatan objek “Bukit Zion” merupakan bukti nyata bahwa tindakan propaganda mereka menggunakan symbol agama untuk mempermudah mengambil dukungan sesama penganut Yahudi dalam penyatuan visi dan gerakan.
Kesialan
kembali menimpa kalangan Yahudi sebagai bansga turunan Israel, dimana
propaganda Zionisme saat itu dianggap berbahaya oleh Hitler dengan fasisme
Nazi-nya, tentu saja disebabkan kekhawatiran Nazi atas keberhasilan Zionisme
dalam menyaingi ideology fasisme Nazi yang digaungkannya. Alhasil terjadilah genosida
besar-besaran kembali atas bangsa Israel (kalangan Yahudi) yang tersebar di
benua biru sepanjang Perang Dunia II.
Apalagi isu bahwa kaum Yahudi merupakan dalang utama penyebaran virus mematikan Black Death yang menimpa hampir seluruh benua eropa semakin menguatkan akan kebencian warga eropa atas kalangan Yahudi. Adapun kalangan yang selamat pun terpaksa harus kembali hirjah ke daerah tepian eropa seperti Asia Timur, Asia tenggara, bahkan menyeberangi samudra pasifik guna menyelamatkan diri ke benua Amerika. Kebiadaban bangsa eropa tersebut oleh Buya Syafei Ma’arif disebut dengan argument menarik bahwa “Palestina harus rela menanggung dosa-dosa bangsa eropa atas Yahudi kala itu”, catatan hitam yang menyedihkan.
Apalagi isu bahwa kaum Yahudi merupakan dalang utama penyebaran virus mematikan Black Death yang menimpa hampir seluruh benua eropa semakin menguatkan akan kebencian warga eropa atas kalangan Yahudi. Adapun kalangan yang selamat pun terpaksa harus kembali hirjah ke daerah tepian eropa seperti Asia Timur, Asia tenggara, bahkan menyeberangi samudra pasifik guna menyelamatkan diri ke benua Amerika. Kebiadaban bangsa eropa tersebut oleh Buya Syafei Ma’arif disebut dengan argument menarik bahwa “Palestina harus rela menanggung dosa-dosa bangsa eropa atas Yahudi kala itu”, catatan hitam yang menyedihkan.
Sementara
sisa-sisa penggiat propaganda Zionisme yang berhasil selamat dalam insiden
tersebut pun berusaha mencari alternatif lain tentang usaha menghidupkan
kembali Zionisme sebagai gerakan mengembalikan tanah kelahiran. Karena itu pula
tak heran jika banyak kalangan Yahudi yang menetap di negara-negara blok sekutu seperti; Inggris,
Perancis, hingga AS. Dimana negara-negara tersebut nota benenya merupakan rival
utama blok sentral yang diusung poros Hitler Jerman dan Mussolinni Italia.
Israel
vs Persekutuan Arab
Nah,
sejak keruntuhan Jerman di akhir Perang Dunia II beserta para koleganya seperti
Italia atau pun Jepang bukan hanya menjadi kemenangan sang rival; Inggris, Perancis,
Soviet, atau pun AS. Namun manisnya kemenangan tersebut juga menjadi kemenangan
pula bagi kalangan Yahudi pula yang saat itu memang sudah menyusupi seluk beluk
negara-negara tersebut sejak ikatan hubungan diadakan. Kemenangan tersebut
menjadi modal besar bagi Israel untuk dapat kembali menjajakkan kaki di
Yerussalem dan sekitarnya yang mereka anggap sebagai bekas tanah nenek moyang
mereka.
Disi lain usaha mereka terhalang dengan realita bahwa bangsa arab (Kalangan Islam) sudah menduduki daerah tersebut sejak penaklukan Khalifah Umar Bin Khattab atas Bizantium selaku pihak penghancur kerajaan Israel lama. Imbasnya Perang Arab vs Israel pun meletup, dimana saat itu kerajaan Yordania merupakan dewan pelindung tanah Yerussalem dan daerah sekitar. Disinilah bangsa Israel memainkan permainan keduanya, melalui kedekatan dengan eks negara sekutunya semacam Inggris, Perancis, Belanda, hingga Amerika Serikat yang juga menjadi poros utama PBB kala itu.
kedekatan tersebut akhirnya memaksa Inggris turun tangan atas dalih mandat dari PBB untuk mengatasi perang Arab vs Israel. Melalui mandat tersebut akhirnya disepakati bahwa Israel yang statusnya kaum pendatang berhak 55 % atas tanah semenanjung Timur Tengah sedangkan Palestina (Dibawah kuasa Transyordania) selaku tuan rumah harus dirugikan dengan prosentase 45 %.
Disi lain usaha mereka terhalang dengan realita bahwa bangsa arab (Kalangan Islam) sudah menduduki daerah tersebut sejak penaklukan Khalifah Umar Bin Khattab atas Bizantium selaku pihak penghancur kerajaan Israel lama. Imbasnya Perang Arab vs Israel pun meletup, dimana saat itu kerajaan Yordania merupakan dewan pelindung tanah Yerussalem dan daerah sekitar. Disinilah bangsa Israel memainkan permainan keduanya, melalui kedekatan dengan eks negara sekutunya semacam Inggris, Perancis, Belanda, hingga Amerika Serikat yang juga menjadi poros utama PBB kala itu.
kedekatan tersebut akhirnya memaksa Inggris turun tangan atas dalih mandat dari PBB untuk mengatasi perang Arab vs Israel. Melalui mandat tersebut akhirnya disepakati bahwa Israel yang statusnya kaum pendatang berhak 55 % atas tanah semenanjung Timur Tengah sedangkan Palestina (Dibawah kuasa Transyordania) selaku tuan rumah harus dirugikan dengan prosentase 45 %.
Bangsa
Israel pun sepakat atas mandat Inggris tersebut, sehingga Israel pun secara
resmi memproklamirkan diri pada 1948 sebagai sebuah negara yang berdaulat imbas
pengakuan de jure dari PBB
melalui mandat sebagaimana diatas. Disisi lain Yordania selaku dewan pelindung semenanjung
tanah Timur tengah (Palestina) pun mengacuhkan dan tak menyepakati perjanjian
tersebut. Justru bangsa Arab tersebut pun tetap ngotot membela hal atas
tanah mereka secara mutlaq karena merasa dicurangi.
Perang Arab pun kembali berkecampuk hingga puncaknya adalah kekalahan telak Palestina (Dibawah otoritas Transyordania) hingga Israel pun mengusai 70 % semenanjung Timur Tengah tersebut. Meskipun demikian Palestina (Dibawah otoritas Transyordania) berhasil menekan pasukan Israel atas Yerussalem bagian timur dan berhasil menguasai daerah yang terdapat Masjid Suci Al Aqsha tersebut hingga momproklamirkan diri di daerah yang berhasil direbut dari Israel pada perang timur tengah 1967.
Perang Arab pun kembali berkecampuk hingga puncaknya adalah kekalahan telak Palestina (Dibawah otoritas Transyordania) hingga Israel pun mengusai 70 % semenanjung Timur Tengah tersebut. Meskipun demikian Palestina (Dibawah otoritas Transyordania) berhasil menekan pasukan Israel atas Yerussalem bagian timur dan berhasil menguasai daerah yang terdapat Masjid Suci Al Aqsha tersebut hingga momproklamirkan diri di daerah yang berhasil direbut dari Israel pada perang timur tengah 1967.
Di daerah
Yerussalem Timur inilah Palestina mengupayakan untuk menjadikan kota tersebut
sebagai ibukota di masa depan nanti. Sebagaimana diketahui sejak kekalahan
bangsa Arab atas Israel, Palestina menjadikan kota Ramlalah sebagai ibukota
administratif pemerintahan. Disisi lain Bangsa Israel kemaruk tak
karuan, meskipun sudah berhasil mendirikan sebuah negara sendiri di negeri
orang atas siasat nepotis bahkan mampu menduduki Yerussalem bagian barat (Yerussalem
yang terdapat tembok ratapan).
Namun hal tersebut tak mengurangi “nafsu” Israel untuk mengekspoitasi semenanjung timur tengah secara kaffah, termasuk Yerussalem Timur yang oleh PBB kini masih dianggap berstatus quo. Tampaknya kini Israel kembali melancarkan siasat jitunya kepada kolega mereka bernama “AS” agar misi kedua mereka kembali menemui kata “Mission Complete”. Keputusan Trump mengakui Yerussalem secara Kaffah atas hak Israel merupakan representatif lain akan masih adanya korelasi antara negeri Zionisme tersebut dengan Amerika Serikat sejak era lama.
Namun hal tersebut tak mengurangi “nafsu” Israel untuk mengekspoitasi semenanjung timur tengah secara kaffah, termasuk Yerussalem Timur yang oleh PBB kini masih dianggap berstatus quo. Tampaknya kini Israel kembali melancarkan siasat jitunya kepada kolega mereka bernama “AS” agar misi kedua mereka kembali menemui kata “Mission Complete”. Keputusan Trump mengakui Yerussalem secara Kaffah atas hak Israel merupakan representatif lain akan masih adanya korelasi antara negeri Zionisme tersebut dengan Amerika Serikat sejak era lama.
Epilog
Akankah
konflik terpanjang sepanjang sejarah umat manusia tersebut akan menemui babak
baru, khususnya bagi pergolakan di Indonesia sendiri ?. Setidaknya ada tiga hal
yang menjadi puzzle untuk menentukan teka-teki tersebut, seberapa besar
pengaruh tiga Puzzle tersebut pada hasil akhir.
Pertama; Pasca dilaksanannya votting dalam penyikapan pro-kontra “Kicauan” Trump perihak Yerussalem atas usulan Mesir. Dimana hasil akhir Trump harus dibantai telak dengan jumlah 128 negara yang mengecam, berbanding dengan hanya 6 negara yang pro Trump beserta 21 negara memutuskan untuk ubstain.
Kedua; seberapa besar ancaman Trump perihal pemutusan diplomasi dan bantuan dana pada negara-negara yang berseberangan dengan kebijakan Trump.
Lalu Ketiga; adalah anjuran MUI (Majlis Ulama Indenesia) tentang pemboikotan produk-produk berbau AS yang tersebar di Indonesia yang sarat pandangan pro-kontra, mengingat AS memang menjadi salah satu mitra kerja sama utama Indonesia.
Pertama; Pasca dilaksanannya votting dalam penyikapan pro-kontra “Kicauan” Trump perihak Yerussalem atas usulan Mesir. Dimana hasil akhir Trump harus dibantai telak dengan jumlah 128 negara yang mengecam, berbanding dengan hanya 6 negara yang pro Trump beserta 21 negara memutuskan untuk ubstain.
Kedua; seberapa besar ancaman Trump perihal pemutusan diplomasi dan bantuan dana pada negara-negara yang berseberangan dengan kebijakan Trump.
Lalu Ketiga; adalah anjuran MUI (Majlis Ulama Indenesia) tentang pemboikotan produk-produk berbau AS yang tersebar di Indonesia yang sarat pandangan pro-kontra, mengingat AS memang menjadi salah satu mitra kerja sama utama Indonesia.
Wallahu
‘alam.
---
Rizal Nanda M
Lamongan - 23 Desember 2017
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.