![]() |
Prasasti Biluluk |
Dari berbagai peninggalan sejarah di
Lamongan, yang diindikasikan berkaitan dengan peradaban Majapahit. Maka
Prasasti Biluluk merupakan satu satunya prasasti berbau Majapahit yang kini
sudah mengorbit dalam catatan resmi sejarah keindonesiaan. Beberapa pengamat
sejarah pun tak menepis kaitannya Prasasti Biluluk dengan peradaban Majapahit
di Lamongan.
Prasasti Biluluk (Dikeluarkan: 1288 - 1317
Saka/ 1366- 1397 m) terbuat dari lempengan tembaga dengan jumlah empat buah.
Sebab itu prasasti ini kerap di sebut para sejarawan secara terpisah; Prasasti
Biluluk I,II, III,dan IV. Dikarenakan memang kronologi waktu dikeluarkan empat
pasang prasasti tersebut berbeda tentang waktu. Meskipun Prasasti Biluluk
terdapat empat jenis dengan waktu keluaran yang berbeda tentang waktu. Namun
lokasi ditemukannya prasasti ini berada dalam satu lokasi, dalam hal ini salah satu
daerah di Kecamatan Bluluk, Kabupaten
Lamongan.
Mengacu pada selang waktu dikeluarkannya
prasasti Biluluk (1366 - 1387 m), kemungkinan besar prasasti ini dikeluarkan
kerajaan Majapahit dipimpin Hayam Wuruk (1350 - 1389 m) dan Wikramawarddhana
(1389 - 1429 m). Informasi ini menjadi hal yang menarik, khususnya jika
dihubungkan dengan patih Gajahmada selaku patih dari Hayam Wuruk yang
mengeluarkan prasasti Biluluk tahap awal.
Jika memang benar Gajahmada terlahir di
Lamongan (Lamongan Selatan), pastinya Prasasti Biluluk tentu menjadi hal yang
semakin menarik dalam pengulasan sejarah. Apakah ada keterkaitan antara
Gajahmada dengan penganugerahan gelar sima pada masyarakat Bluluk (Lamongan
selatan) sebagaimana dipaparkan dalam salah satu isi prasasti Biluluk. Tentulah
untuk mengorek pertanyaan ini, pastilah membutuhkan pengkajian sejarah yang
lebih intensif lagi.
Kembali ke perihal Prasasti Biluluk sebagai
prasasti penguat peradaban Majapahit di Lamongan. Pada prasasti Biluluk I yang
berupa lempeng dengan ukiran empat baris teks di sisi depan (Dinamakan: Recto)
dan enam di sisi belakang (Dinamakan:Versi). Didapat sebuah fakta sejarah yang
menarik, bahwa Biluluk (Bluluk) dan Tanggulungan merupakan daerah yang
dikarunia gelar Sima oleh Majapahit. Artinya masyarakat setempat diberikan
kewenangan otonomi untuk mengelola pajak tanpa perlu menyetorkan ke pemerintah
pusat.
Selain itu berkat gelar sima, warga Biluluk
juga diberikan sepenuhnya hak untuk mengelola perekonomian, termasuk kewenangan
untuk menimba air asin (Acibukana banyu asin). Artinya, dari sinilah dapat
diketahui jejak sejarah bahwa Biluluk (Bluluk) pernah menjadi daerah utama
pertanian garam. Sebuah informasi yang mengejutkan bagi daerah yang berada di
deretan pegunungan kapur kendeng.
Selain hal diatas prasasti Biluluk I juga
mendapati fakta lain yang semakin menguatkan Biluluk (Lamongan) sebagai salah
satu pusat peradaban Majapahit, bukan halnya sebatas daerah penyokong
perekonomian pertanian. Prasasti Biluluk juga memaparkan Biluluk sebagai pusat
budaya (keagamaan).
Dikatakan dalam prasasti tersebut tentang
adanya ritual pemujaan setahun sekali di daerah Biluluk. Namanya ritual
pastilah juga terdapat sebuah bangunan pemujaan sebagaimana bangunan Sang Hyang
Patahunan dirian Prabu Airlangga untuk warga pataan. Meski belum berhasil
diungkap keberadaannya, ditemukannya reruntuhan candi di Boworejo (Cangkring, Bluluk) menjadi sebuah
titik temu untuk mengungkap sejarah bangunan suci Majapahit di Lamongan. Hingga
akhirnya diharapkan menjadikan sebuah penegas tentang eksistensi Lamongan dalam
peradaban Majapahit, yang pastinya bukan hanya sebatas pelengkap puzzle sejarah
kerajaan Hindu terbesar tersebut.
Sumber:
Tulisan merupakan sub penggalan naskah berjudul "Lamongan Sebagai Pusat Sejarah Indonesia". Dalam buku Pemuda Rantau Lamongan (2018), copyright Diaspora Muda Lamongan
Tulisan merupakan sub penggalan naskah berjudul "Lamongan Sebagai Pusat Sejarah Indonesia". Dalam buku Pemuda Rantau Lamongan (2018), copyright Diaspora Muda Lamongan
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.