Kepemimpinan atau Kenabian ?
Sebagaimana
kita ketahui dalam sejarah peradaban islam bahwasanya semula bangsa arab adalah
bangsa yang beragama menyembah Allah SWT dan berakhlak baik, tepatnya adalah
pada zaman kenabian nabi Ibrahim as. Akan tetapi setelah nabi Ibrahim wafat,
sedikit demi sedikit perikaku baik yang ditunjukkan bangsa Arab mulai luntur,
puncaknya adalah ketika zaman sebelum islam muncul. Pada zaman ini perlaku
bangsa arab sangat buruk sekali, barangsiapa yang kuat maka orang itu akan
menjadi penguasa, dan barangsiapa yang lemah maka akan menjadi pecundang yang
selalu dianiaya. Perilaku buruk lainnya adalah tradisi membunuh anak perempuan
yang lahir, hal ini dikarenakan bagi mereka anak perempuan akan menjadi beban
bagi keluarga.
Islam
datang dengan membawa rahmat bagi seluruh alam, Islam
tidak membedakan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Manusia dalam islam
memiliki Hak asasi manusia yang harus di sama ratakan. Jadi islam disini
mengutamakan prinsip keadilan, hal inilah yang membuat islam diterima di
kalangan bangsa arab. Walaupun pada permulaannya peminat agama islam adalah
para kaum lemah yang tertindas, akan tetapi lama kelamaan akhirnya tidak hanya
orang lemah saja yang tertarik masuk
islam dan mempelajari agama islam. Sebut saja Ustman Bin Affan seorang saudagar
kaya di kaum Khudzaifah dan Umar Bin Khotob seorang pemimpin kaum quraish yang
semula membenci islam. Mereka masuk islam dikarenakan Islam mengajarkan tentang
keadilan di muka bumi ini. Hingga akhirnya budaya buruk bangsa arab pada waktu
itu sedikit demi sedikit hilang seiring munculnya agama Islam.
Saya kurang setuju dengan pernyataan bahwasannya dakwah
yang dilakukan nabi Muhammad di makkah adalah dengan menonjolkan
kepemimpinannya bukan kenabiannya. Perlu dicatat bahwa kepemimpinan disini
dalam artian spesifik yang artinya terbatas pada ruang publik pemerintahan
administrarif, bukan kepemimpinan secara lahiriyyah sebagai fitrah mahluk
sosial. Hal ini dikarenakan pada waktu
nabi Muhammad hidup di makkah nabi Muhammad belum mempunyai sebuah pendukung
yang kuat untuk membentuk suatu kekuatan / politik, pada saat itu nabi hanyalah
seorang manusia biasa yang belum dianggap sebagai pemimpin oleh kaumnya, Nabi baru
dianggap seorang pemimpin adalah ketika nabi hijrah ke madinah. Di madinah nabi
seakan-akan menjadi seorang kepada Negara yang mengatur segala kebijakan
masyarakat madinah.
Sebaliknya saya justu berpendapat bahwa dakwah yang
dilakukan nabi tatkala nabi masih di makkah adalah menonjolkan kenabiannya. Hal
ini dapat kita ketahui dari nilai yang di dakwahkan nabi, pada saat itu yang
ditekankan dakwah nabi adalah masalah tauhid, yakni masalah bersaksi bahwasannya
tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul / utusan Allah SWT. Nabi
mengutamakan tauhid dikarenakan hal itu adalah pondasi awal bagi seorang
muslim. Akan tetapi dalam berdakwah Nabi Muhammad tidak hanya berseru tentang
tauhid, melainkan juga menjadi suri tauladan yang baik dalam masyarakat sebagai
implikasi dari ajaran tauhid Islam itu sendiri, seperti nilai keadilan dan
nilai sosial.
Misi Pendidikan Islam
Kemudian yang tak kalah penting lagi yaitu pemahaman misi
pendidikan yang dibawa Rasulullah yang tiada lain adalah menegakkan kebenaran
di muka bumi, berakhlaq mulia, dan memiliki aqidah yang kuat terhadap
pertolongan Allah. Setelah Rasulullah SAW wafat tampuk kepemimpinan di pegang
oleh Khulafaur Rasyiddin baik kepemimpinan di bidang agama maupun di bidang
pemerintahan. Pada saat masa ini misi pendidikan di tujukan untuk meneruskan
pendidikan Rasulullah. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan merekayang masih tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai
sumber dasar pendidikan.
Salah satu contohnya adalah pada masa Khalifah pertama “Abu
Bakar As Asshidiq” , Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada
masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi
pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah,
kesehatan, dan lain sebagainya. Namun pendidikan pada masa nabi dengan masa
Khulafaur rasyidin juga terdapat perbedaan, perbedaan tersebut hanya usaha
perluasan dan pengembangan ilmu yang sudah mulai Nampak, seperti contoh penggunaan
lembaga Kuttab oleh Khalifah Abu Bakar sebagai tempat pendidikan, hal ini
berbeda dengan pada masa Rasul yang memfokuskan masjid sebagai tempat
pendidikan. Paparan ini memberi
kesimpulan pada kita bahwasannya pendidikan pada zaman Khulafaur
Rasyidin mempunyai korelasi atau hubungan yang erat dengan pendidikan pada masa
Rasulullah.
Kemudian pada masa dinasti Umaiyyah pola pendidkan bersifat
Disentralisasi yakni pendidkan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja
tetapi juga dikembangkan secara otonom di daerah yang telah di kuasai,
akhibatnya pendidkan pada masa Dinasti Umaiyyah lebih maju daripada pendidikan
pada masa Khulafaur rasyidin.
Pemerintah dinasti Umayyah
menaruh perhatian yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana
dan prasarana, seperti penggunaan istana sebagai salah satu tempat
pembelajaran, pembangunan beberapa majlis sastra dan kuttab di kota kota besar
seperti damaskus, cordofah, kuffah, dan kota-kota lainnya. Tidak hanya itu
pemerintah dinasti Umayyah mendirikan madrasah madrasah di makkah, madinah, dan
Basrah.
Kurikulum yang di terapkan
pada masa Dinasti Umaiyyah adalah dengan cara membagi-bagi pendidikan
berdasarkan bidangnya, sebagai contoh pendidikan di Kuttab sebagai pendidikan
dasar yang menekankan pada baca tulis Al Qur’an dan Hadist, kemudian pendidikan
di masjid sebagai pendidikan menengah yang menekankan pada ilmu sastra, Fiqh,
dan ilmu hitung, serta pendidikan di Istana yang mengedepankan pendidikan
pemerintahan dan politik.
Berlanjut pada era
berikutnya, masa dinasti Abasiyyah sering dikenal sebagai masa golden Age,
tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Harun Ar Rasyid dan Khalifah Al
makmun, hal ini dikarenakan pada masa ini perkembangan ilmu pengetahuan benar
benar sangat maju pesat, bahkan mengalahkan pengetahuan orang barat. Salah satu
buktinya adalah munculnya ulama-ulama islam yang handal dalam bidang
masing-masing, sebagai contoh Ibnu Sina yang terkenal sebagai tokoh kedokteran
dunia dengan hasil karyanya yang menjadi rujukan kedokteran dunia “ Qonnun At
tibb”, Al Khawarizmi yang terkenal dengan ahli matematika, Ibnu Rusydi
(Averroez) dan Al farobi yang ahli di bidang Filsafat, Imam Al ghozali di
bidang tasawuff, dan masih banyak lagi ilmuan-ilmuan yang ahli dibidang
masing-masing. Kontribusi para ilmuan-ilmuan diatas tidak diragukan lagi
mengingat sangat banyak karya karya dari mereka yang menjadi sumber
pengetahuan.
(Tulisan dibuat dalam
rangka tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam FITK UIN Maliki 2013)
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.