![]() |
Foto: Google |
Bulan
Ramadhan Karim telah kembali hadir dihadapan. Menyambut hari sakral tersebut dengan
perayaan Puasa sebulan menjadi sebuah kewajiban yang tak bisa dielakkan. Sebagai
plimpahan rasa syukur masih diberi sebuah kesempatan dari Allah SWT untuk
berjumpa kembali dengan bulan yang didamba jagat lil alamin.
Hal
utama ketika membincang Puasa apa saja, termasuk puasa Ramadhan, tentu ujung
ujungnya adalah menahan lapar dan dahaga. Terkait hal ini sebenarnya Islam
sangat memposisikan keadaan tersebut, dibanding dengan perilaku mengenyangkan
diri. Dalam artian “ Lapar dan Dahaga” bukan sebatas sebuah kekurangan dan aib
kemanusiaan. Malah jusru sebagai sebuah poin plus tambahan keimanan, dengan
catatan mampu menyikapi fenomena tersebut dengan perilaku mahmudah.
Bahkan
didalam Kitab Ihya’ Ulumuddin ciptaan “Hujjatul Islam” Imam Ghozali dipaparkan
sebuah hadist Rasulullah Saw; “ Berperanglah kamu sekalian dengan lapar dan
dahaga. Karena sesungguhnya pahala lapar dan dahaga itu seperti pahala mujahid
yang berjihad (berjuang) dijalan Allah SWT. Dan sesungguhnya tidak ada amal yang
dicintai Allah daripada Lapar da Dahaga”.
(Ihya’ Ulumuddin : Juz III, Hal 110)
Dari
hadist diatas saja terlihat bahwa (Menahan) Lapar dan Dahaga menyandang posisi istimewa di
sisi Allah SWT, bahkan posisinya disandingkan dengan pahala seorang Mujahid. Dengan
demikian penulis berasumsi tak perlulah berijtihad tentang arti jihadis, hingga
mengartikan seebagai tindakan anarkis yang dihalalkan.
Toh belum
tentu Jihad yang demikian disebut sebagai jihad haqiqiyyah, tanpa kepentingan
keduniawiaan. Bukankah lebih baik berpuasa Ramadhan, daripada sibuk ngebom sana
sini. Toh menahan lapar dan dahaga saja pahalanya jelas jelas disamakan dengan pahala
jihadis. Itu belum bonus pahala Allah SWT pada hamba-Nya yang sabar dan tabah
menghadapi ujian-Nya di Bulan Ramadhan, bagaimana lur.
Imam
Ghozali dalam kitab Ihya Ulumuddin (Juz
III, Hal 115) pula mengatakan bahwa (Menahan) Lapar dan Dahaga mempunyai
faedah tersendiri. Sebagaimana akan satu persatu dipaparkan berikut;
1. Mampu membentengi hati, mencerdaskan kepintaran, dan meluruskan
bashirah
Terkait hal ini Imam Ghozali
menjelaskan bahwa perilaku mania kenyang, sebagai perlawanan dari Lapar dan
Dahaga. Perilaku demikian selalu mengarahkan menuju kebodohan (dedel: jawa).
Dikarenakan perut orang yang gemar mengenyangkan diri, antipati terhadap
lapar dan dahaga itu seperti orang mabuk
Akhibatnya hal semacam ini
akan menutup semua sumber-sumber saraf fikiran. Hingga pada akhirnya mempengaruhi
pula kecepatan memahami sebuah keilmuan yang digeluti.
2.
Melemaskan dan membenengi hati sehingga merasakan nikmatnya dzikir
Disebut Imam
Ghozali bahwa banya orang yang berdikir degan lisan bahkan disertai pula dengan
hati. Tetapi hatinya tidak merasakan nikmatnya dzikir tersebut. Hal ini dipengaruhi
pula oleh kebiasaan mengenyangkan diri dan nihil lapar dan dahaga.
Abu Sulaiman Ad
daraini mewanti-wanti untuk memperhatikan urgensi lapar. Dikatakan olehnya
bahwa lapar itu menghancurkan nafsu dan melemaskan hati. Oleh Abu Sulaiman pula
nikmat Lapar disebut
sebagai ilmu kelangitan.
3.
Akan prihatin, merasa hina (Pada Allah), hilang sifat
berbangga dan kufur nikmat
Dikatakan
Imam Ghozali bahwa kufur nikmat merupakan amal permulaan yang dapat mengarah
menuju lalai pada Allah SWT. Maka tidak akan perihatin manusia dan merasa hina,
seperti hinanya orang kelaparan atas lapar yang didapatnya.
4.
Tidak akan berani pada siksa dan balak Allah SWT.
Perlawanan
orang demikian oleh Imam Ghozaki
dimetaforakan seperti orang yang berkenyang-kenyang yang lupa pada orang yang
kepaparan.
5 5. Mampu menguasai nafsu dan syahwat tentang kemaksiatan
Imam Ghozali menyebut bahwaFaedah kelima ini sebagai faedah yang
paling besar dari yang disampaikannya. Dikatakan pula oleh Al Ghozali bahwa
tempat tumbuhnya kemaksiatan adalah syahwat dan kekuatan. Adapun sumber dari
syahwat dan kekuatan tiada lain adalah berasal dari makanan dan minuman.
Dengan kata lain orang yang terjaga lapar dan dahaga akan mendapati
sedikit nafsu dan syahwat yang bernuansa kemaksiatan. Nah, disinilah urgensi
dari sebuah tindakan (menahan) lapar dan dahaga, dengan catatan dibarengi perilku
sabar, tawakkal, dan perilaku mahmuda lainnya.
Sebenarnya masih ada lima faedah lain yang dipaparkan oleh Hujjatul
Islam Imam Al Ghozali terkait urgensi dari sebuah tindakan (menahan) lapar dan
dahaga. Yang mana akan kembali dipaparkan dalam kesempatan yang lain, Insya
Allah.
---
Setelah Tadarrus Malam,
Disadur dari Kitab Ihya Ulumuddin Juz III Bab Kasratu Syahwat.
Disadur dari Kitab Ihya Ulumuddin Juz III Bab Kasratu Syahwat.
Jatipandak, 01 Ramadhan 1439 H
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.