Kyai
Djamaluddin Ahmad memulai pembahasan dengan mengutip Qoul Syekh Ibnu Attoillah
dalam Al Hikam.
“ Sebagian
dari umur yang hilang itu ada gantinya. Sebaliknya jika umur yang digunakan
untuk beramal itu tidak ada tara harganya” (Hikmah 200)
Terkait
perihal umur Kyai Djamaluddin Ahmad menyebut umur yang tidak digunakan untuk
ibadah sebagai umur yang musproh. Ini disebabkan umur senantiasa berkurang tiap
detik alias tidak ada gantinya. Hal inilah yang membuat Kyai Djamal memetaforakan umur sebagai
berlian. Dikatakan oleh beliau, “ Umur
adalah berlian, jangan ditukar dengan yang tidak mahal. Tukarlah dengan sesuatu
yang mahal.
Disisi lain
agar umur mampu dimanfaatkan ke arah yang bermanfaat pastilah membutuhkan
sebuah alat. Kyai Djamal menyebut alat ini dengan sebuah tindakan selalu
“Mengingat Kematian”. Persis pula seperti Sabda Nabi Muhammad Saw pada sahabat:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ ». يَعْنِى الْمَوْتَ
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”. (HR. Tirmidzi)
Orang yang
mengingat mati selalu menjaga umur dengan menghiasi amal-amal yang baik.
Pastinya agar barokah dan manfaat di dunia dan akhirat. Orang kategori ini juga
pastinya selalu tak lepas dari upaya Dzikir pada Allah Swt. Dalam hadist lain yang juga diriwayatkan Imam Tirmidzi disinggung pula oleh Kyai Djamal tentang fadhilah Mengingat Allah.
" Maukah aku ingatkan kalian dengan suatu amalan yang paling baik; amalan yang paling suci pada apa yang kalian miliki, paling tinggi derajatnya; lebih baik dan utama bagi kamu sekalian daripada menginfakkan emas; lebih baik bagi kamu sekalian daripada kalian berhadap-hadapan dengan musuh, kalian pukul lehernya dan mereka pun memukul leher kalian?” Para sahabat menjawab, “Tentu kami mau, ya Rasulullah.” Lalu Nabi bersabda, "Mengingat Allah.” (HR Tirmidzi).
Jenis Dzikir dan Karakteristiknya
Jenis Dzikir dan Karakteristiknya
Terkait
Dzikir sendiri Kyai Djamal membagi menjadi dua macam. Pertama ada Dzikir bi lisan (Disebut juga Dzikir
Jahr), adalah dzikir secara terang-terangan dengan perantara panca indra
(lisan). Sebab itu Dzikir jenis ini terbilang banyak jenisnya. Ada Dzikir
Istighfar, Dzikir Kalimah Tayyibah, Dzikir Tahlil, Dzikir Basmalah, Dzikir
Hamdalah, Dzikir Istija’, Dzikir Hauqolah, Dzikir Sholawat, dan lain
sebagainya.
Kedua ada Dzikir
bi Qolbi (Disebut juga Dzikir Khofi), adalah Dzikir yang dilakukan secara
rahasia, samar, karena pangkal dari Dzikir ini terletak di hati. Bagaimana hati
mampu mengingat Allah Swt hingga istiqomah disegala keadaan. Seperti ketika
sedang makan, hatinya merasa bahwa kemampuan untuk makan datang dari Allah.
Begitu juga tatkala sedang berjalan maka akan terlintas bahwa kemampuan kaki
untuk melangkah merupakan pemberian Allah, lalu ia berdzikir dalam hatinya.
Perbedaan mendasar tentang dua jenis Dzikir diatas selain sifat ketampakkannya adalah rentan tidaknya terkena penyakit. Dzikir yang dapat dilihat sesama manusia (bi jahr) pastilah lebih rentan terpengaruh stimulus penyakit hati semacam riya', takabur, iri dengki, dan lain sebagainya. Dibanding rentannya terkena penyakit pada dzikir bi Khofi yang hanya menjadi rahasia antara si pengguna dengan Tuhannya. Sebab itulah dikatakan oleh Kyai Djamal bahwa amal batin yang sedikit itu lebih mulya dari se-gunung-gunung amal lahir.
Dalam pengajian Al Hikam kali ini, Kyai Djamal mengutip Hadist Rasul tentang sebuah cerita tiga golongan yang jika dilihat dalam kaca mata lahiriyah amalnya sholih, tapi nyatanya tiga golongan tersebut masuk neraka sebab ada penyakit dalam hatinya.
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يَنْزِلُ إِلَى الْعِبَادِ لِيَقْضِيَ بَيْنَهُمْ، وَكُلُّ أُمَّةٍ جَاثِيَةٌ، فَأَوَّلُ مَنْ يَدْعُو بِهِ رَجُلٌ جَمَعَ الْقُرْآنَ، وَرَجُلٌ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ كَثِيرُ الْمَالِ، فَيَقُولُ اللَّهُ لِلْقَارِئِ: أَلَمْ أُعَلِّمْكَ مَا أَنْزَلْتُ عَلَى رَسُولِي؟ قَالَ: بَلَى يَا رَبِّ، قَالَ: فَمَاذَا عَمِلْتَ فِيمَا عُلِّمْتَ؟ قَالَ: كُنْتُ أَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: كَذَبْتَ، وَتَقُولُ لَهُ الْمَلَائِكَةُ: كَذَبْتَ، وَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ: إِنَّ
فُلَانًا قَارِئٌ، وَقَدْ قِيلَ ذَاكَ
وَيُؤْتَى بِصَاحِبِ الْمَالِ، فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: أَلَمْ أُوَسِّعْ عَلَيْكَ، حَتَّى لَمْ أَدَعْكَ تَحْتَاجُ إِلَى أَحَدٍ؟ قَالَ: بَلَى، يَا رَبِّ، قَالَ: فَمَاذَا عَمِلْتَ فِيمَا آتَيْتُكَ؟ قَالَ: كُنْتُ أَصِلُ الرَّحِمَ، وَأَتَصَدَّقُ، فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: كَذَبْتَ، وَتَقُولُ لَهُ الْمَلَائِكَةُ: كَذَبْتَ، وَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ: فُلَانٌ جَوَادٌ، فَقَدْ قِيلَ ذَاكَ.
ثُمَّ يُؤْتَى بِالَّذِي قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: فِي مَاذَا قُتِلْتَ؟ فَيَقُولُ: أُمِرْتُ بِالْجِهَادِ فِي سَبِيلِكَ، فَقَاتَلْتُ حَتَّى قُتِلْتُ، فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ: كَذَبْتَ، وَتَقُولُ لَهُ الْمَلَائِكَةُ: كَذَبْتَ، وَيَقُولُ اللَّهُ: بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ: فُلَانٌ جَرِيءٌ، فَقَدْ قِيلَ ذَاكَ، ثُمَّ ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رُكْبَتِي، فَقَالَ: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، أُولَئِكَ الثَّلَاثَةُ أَوَّلُ خَلْقِ اللَّهِ تُسَعَّرُ بِهِمْ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ))
Artinya:
“Sesungguhnya Allah yang Maha tinggi dan Maha
suci akan turun kepada hamba pada Hari Kiamat untuk memberikan keputusan di
antara mereka. Dan setiap umat dalam kondisi berlutut. Kemudian orang yang
pertama kali dipanggil adalah orang yang menghafal Al-Qur`an, orang yang
terbunuh di jalan Allah, dan orang yang banyak harta.
Maka Allah
berkata kepada sang qari` (orang yang biasa membaca Al-Qur`an): ‘Tidakkah Kuajarkan kepadamu apa yang saya
turunkan kepada RasulKu?’. Dia menjawab: ‘Benar wahai Tuhanku’. Allah
berkata lagi: ‘Apa yang kamu perbuat terhadap apa yang sudah
kamu ketahui itu?’. Dia menjawab: ‘Saya menjalankannya sepanjang malam dan
sepanjang siang’. Maka Allah
berkata: ‘Kamu telah berdusta’. Dan para Malaikat berkata kepadanya: ‘Kamu
telah berdusta’. Kemudian Allah
berkata kepadanya: ‘Justru kamu melakukan hal itu dengan maksud
agar dikatakan: Si fulan adalah qari`’. Dan hal itu telah dikatakan kepadamu.
Kemudian didatangkan orang yang mempunyai
banyak harta. Allah
berkata kepadanya: ‘Tidakkah sudah Kulimpahkan harta kepadamu
hingga kamu tidak membutuhkan siapa pun?’. Orang itu menjawab: ‘Benar wahai Rabbku’. Allah
bertanya lagi: ‘Apa yang kamu kerjakan terhadap harta yang
Kuberikan kepadamu itu?’. Dia menjawab:‘Saya menggunakannya untuk menyambung
silaturrahmi dan bersadaqah’. Allah
berkata kepadanya: Kamu telah berdusta’. Para Malaikat juga berkata kepadanya: ‘Kamu
telah berdusta’.
Kemudian Allah
berkata: ‘Justru kamu melakukan itu dengan maksud agar
dikatakan: Si Fulan adalah lelaki yang dermawan’. Dan hal itu sudah dikatakan
kepadamu. Kemudian didatangkan orang yang terbunuh di
jalan Allah. Maka Allah berkata:‘Dalam rangka apa kamu terbunuh?’. Dia menjawab:‘Saya diperintah berjihad di jalan Engkau. Maka
saya berperang hingga terbunuh’. Allah
berkata kepadanya:‘Kamu telah berdusta’. Para Malaikat juga berkata kepadanya: ‘Kamu telah berdusta’. Allah berkata: ‘Justru kamu melakukan itu agar dikatakan
kepadamu: Si Fulan adalah pemberani’. Dan hal itu telah dikatakan kepadamu.
Kemudian Rasulullah saw menepuk kedua lututku
sambil berkata: ‘Wahai Abu Hurairah! Ketiga golongan itu adalah makhluk yang
pertama kali Neraka dinyalakan untuk mereka pada Hari Kiamat’.” (HR Tirmidzi)
Sumber Redaksi Hadist: https://aslibumiayu.net
(Penjelasan KH Moh Djamaluddin Ahmad pada pengajian Al Hikam 25 Maret 2019)
Peresume:
Rizal Nanda Maghfiroh, 25 Maret 2019
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.