Kegiatan
Contectual teaching learning SMP Islam tikung berlanjut dengan kunjungan religi
pada makam Sayyid Sulaiman Mojoagung Jombang. Di sana para siswa bukan hanya
berziarah ke makam ulama besar tersebut, tetapi juga dituntut untuk mampu
menggali Napak tilas dari Sayyid Sulaiman.
Pesarehan
Sayyid Sulaiman yang berada di Mojoagung Jombang merupakan salah satu destinasi
wisata religi yang cukup populer di daerah Jombang. Bahkan tiap hari banyak
peziarah yang bahkan datang dari luar Jombang sendiri. Apalagi ketika malam
Jum'at legi, tak jarang para peziarah
yang menginap di makam yang letaknya di
area pemakaman umum tersebut.
Bukan Asli
Jombang
Meski
makamnya berada di daerah Jombang, sebenarnya Sayyid Sulaiman bukanlah seorang
mubaligh yang menyebabkan Islam di kota tersebut. Bahkan hampir tidak ada
peninggalan penting di kota tersebut.
Sebenarnya
asal usul Sayyid Sulaiman sendiri justru
berasal dari ujung kulon pulau jawa, tepatnya di daerah Cirebon. Beliau
merupakan seorang Habaib yang termasuk keturunan langsung Rasulullah Muhammad
Saw. Ayahnya yang bernama Sayyid Abdullah merupakan seorang perantau dari
Hadramaut Yaman, daerah yang kerap lahir para ulama besar saat itu. Sayydi
Abdullah sendiri mempunyai marga Habaib Basyaiban, dari buyutnya yang bernama
Syekh Abu Bakar Syaiban.
Setiba
di Nusantara, Sayyid Abdurrahman pada akhirnya menjadi menantu dari Sultan
Hasanuddin selaku Raja Kerajaan Banten. Istrinya yang bernama Sayyidah Khadijah
sendiri juga masih merupakan keturunan langsung dari Raden Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Nah,
dari pernikahan inilah lahir tiga orang putra, Sayyid Abdurrahman, Sayyid Abdul
Karim, dan Sayyid Sulaiman sendiri.
Terkait
bagaimana Sayyid Sulaiman sampai wafat di Jombang, terdapat berbagai kisah
panjang seputar perjalanan hidup beliau. Yang mungkin tak dapat dipaparkan secara
panjang melalui tulisan ini.
Awal
Perantauan
Yang
pasti kisah panjang Sayyid Sulaiman merantau ke Jawa timur bermula dari
tindakan Belanda yang mengasingkan beliau dari keraton Cirebon ke Krapyak
Pekalongan Jawa tengah. Alasannya Sayyid Sulaiman merupakan tokoh yang
perangainya berpotensi mengancam posisi Belanda.
Di
Pekalongan sendiri akhirnya Sayyid Sulaiman mengembangkan ajaran Islam, hingga
beliau menikah dengan Seorang wanita lokal yang pada akhirnya diangugerahi
empat putra, yang kesemuanya memiliki andil dalam menyebarkan Islam di daerah
Jawa tengah.
Relasi dengan
Keraton Mataram
Setelah
dirasa cukup sukses berdakwah di Pekalongan, akhirnya Sayyid Sulaiman pun
memutuskan untuk merantau ke Jawa Timur untuk menimba ilmu agama di pesantren
Ampel Surabaya. Namun sebelum sampai ke Surabaya, Sayyid Sulaiman singgah
sejenak di Solo atau Surakarta. Berstatus sebagai seorang mubaligh kondang
dengan ilmu Kanuragan yang tinggi pun membuat nama Sayyid Sulaiman terkenal di
penjuru Solo. Apalagi Sayyid Sulaiman sendiri merupakan keluarga dari Kerajaan
Banten (Cirebon), Pastinya nama beliau pun tak asing di kalangan Keluarga
keraton mataram.
Sultan
Paku Buwono yang awalnya meremehkan kemampuan Sayyid Sulaiman pun dibuat kagum
dengan keberhasilan Sayyid Sulaiman membuktikan kesaktiannya yang mampu
memunculkan hewan. Sejak saat itu Kerajaan Mataram termasuk Sultan Pakubuwono
pun menaruh respek pada Sayyid Sulaiman. Hingga antar kedua pihak mulai
terjalin hubungan ikatan emosional.
Pasuruhan,
Kota Perjuangan
Tak
lama singgah di keraton mataram, Sayyid Sulaiman pun meneruskan tujuan
rantauannya ke Ampel Surabaya Jawa timur. Di pesantren Ampel Surabaya Sayyid
Sulaiman pun berguru pada Sunan Ampel (Literatur lain mengatakan bukan berguru
Sunan Ampel melainkan pada penerus Sunan Ampel).
Tak
lama setelah berguru ke Ampel Surabaya, Sayyid Sulaiman bersama adiknya Sayyid
Abdurrahim pun menuju Segoropuro Pasuruan untuk nyantri pada Mbah Kyai Sholeh
Semendi yang belakangan terungkap adalah paman mereka sendiri.
Setelah
lama nyantri di Segoropuro Pasuruan, sepasang saudara tersebut pun pindah ke
Kanigoro Pasuruan. Di Kanigoro keduanya pun akrab dengan penguasa raja Keraton
Pasuruan yang saat itu merupakan daerah bagian kerajaan Mataram.
Puncaknya
Sayyid Sulaiman kemudian pun diambil menantu dengan gurunya Mbah Sholeh
Semendi. Begitu pula dengan adiknya Sayyid Abdurohim yang pada akhirnya menetap
sepanjang hayat di Segoropuro dengan gelar Mbah Arif Segoropuro.
Kontribusi Mbah
Alif dan Napak tilas di Jombang.
Napak
tilas Sayyid Sulaiman di kota Jombang dimulai dari rencana beliau untuk
berkunjung ke kampung halaman asal Cirebon. Namun pada saat itu Kerajaan Banten sedang diguncang
perang saudara antara Sultan Hasanuddin dengan Sultan Haji yang dicuci otak
Belanda. Sebab itu Sayyid Sulaiman pun memutuskan untuk kembali ke Pasuruan
lagi.
Tak
lupa pula Sayyid Sulaiman menghadap Sultan kerajaan Mataram sesampai solo. Saat
itu pula muncul rencana keluarga keraton Mataram untuk menjadikan Sayyid
Sulaiman sebagai hakim Mataram. Karena memang Sayyid Sulaiman terbilang
mempunyai ketegasan dan penguasaan terhadap ilmu agama. Namun saat itu Sayyid
Sulaiman menangguhkan keinginan raja Mataram dan memilih untuk merundingkan
dahulu dengan keluarganya yang berada di Pasuruan.
Setelah
mengutarakan maksud Sultan Mataram pada keluarganya di Pasuruan tentang
pengangkatan hakim. Mayoritas para kerabat dan teman seperjuangan di Pasuruan
pun merasa keberatan jika kehilangan Sayyid Sulaiman yang memang menjadi ruh
perjuangan dakwah di Pasuruan.
Setelah
mendapat tanggapan para kerabat segeralah Sayyid Sulaiman bermaksud kembali ke
Surakarta untuk menyampaikan hal tersebut pada Sultan Mataram. Namun siapa
sangka keinginan tersebut pun tak sesuai dengan keputusan takdir Allah SWT.
Baru
sampai di daerah Mojoagung Jombang tepatnya di daerah Kuburan (sekarang Betek),
Sayyid Sulaiman dilanda sakit parah. Hingga beliau memutuskan untuk bermukim di
daerah bekas gerbang masuk kerajaan Majapahit tersebut.
Di
desa Kuburan inilah Sayyid Sulaiman di asuh oleh seorang tokoh lokal bernama
Mbah Alif yang merupakan salah satu pemuka desa Keramat Mojoagung. Mbah Alif
bukan memandang Sayyid Sulaiman hanya sebagai keluarga keraton melainkan juga
teman seperjuangan dakwah. Sebab itu Mbah Alif rela merawat Sayyid Sulaiman
dengan sabar dan telaten.
Namun
takdir Allah SWT berkata lain, sakit parah yang melanda Sayyid Sulaiman ketika
sampai di Jombang pada akhirnya membawa beliau bertemu dengan Allah SWT. Sebab itu Jenazah beliau pun dimakamkan di
daerah Mojoagung Jombang.
Tak
lama setelah Sayyid Sulaiman wafat kemudian menyusul pula Mbah Alif berpulang
ke hadirat Allah SWT. Sebab itulah di kompleks pemakaman Sayyid Sulaiman
Mojoagung terdapat sebuah anjuran pada peziarah untuk berziarah ke makam Mbah
Alif dahulu sebelum ke makam Sayyid Sulaiman.
Dakwah Sayyid
Sulaiman.
Jika
ditanya bagaimana cara dakwah Sayyid Sulaiman ?. Maka berdasarkan runtutan
cerita perjalanan Sayydid Sulaiman didapatlah sebuah simpulan bahwa beliau
berdakwah dengan menggunakan ilmu Kanuragan dan karomah yang dianugerahkan oleh
Allah SWT.
Sepanjang
proses dakwah beliau kerap kali bersentuhan dengan penguasa daerah seperti kerajaan Mataram dan
Pasuruan. Uniknya dua raja dari kerajaan tersebut awalnya justru meremehkan
kemampuan Sayyid Sulaiman, namun setelah melihat sendiri ilmu Sayyid Sulaiman
maka justru dua raja tersebut menjadi rekan dalam perjuangan dakwah Sayyid
Sulaiman.
Peninggalan
Sayyid Sulaiman di Jombang hanyalah makam Pesarean beliau. Karena memang pusat
dakwah Sayyid Sulaiman bukanlah di Jombang melainkan di Pasuruan. Adapun di
Pasuruan peninggalan Sayyid Sulaiman yang paling menonjol adalah membabat hutan
Sidogiri Pasuruan. Atas perintah Sunan Giri, hutan Sidogiri yang terbilang
angker berhasil dibabat Sayyid Sulaiman untuk didirikan sebuah pesantren. Yang
pada akhirnya pesantren ini menjadi cikal bakal berdirinya pondok pesantren
Sidogiri Pasuruan. Adapu peristiwa ini
terjadi menjelang tahun tahun kepulangan Sayyid Sulaiman. [ ]
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.