Tiap minggu kedua bulan Rajab, Pesantren asuhan
Abah KH. Mohammad Djamaluddin Ahmad senantiasa istiqomah menggelar agenda
Rojabiyyah sebagai bentuk peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad Saw sekaligus
Peringatan Hari Ulang Tahun pondok Pesantren asuhan Abah KH. Mohammad
Djamaluddin Ahmad. Mulai dari; Pesantren Al Yatama (PA Al Fattah), Pesantren
Putri Al Amanah, Pesantren Bumi Damai Al Muhibbin, Pesantren Putri Al Mardhliyah,
Pesantren Al Ikhlas, Pesantren Al Asror Cangring, hingga dua majlis pengajian
rutin Al Hikam dan Pengajian Rutin Ahad Legi.
Nah, tahun ini peringatan Rojabiyah telah memasuki
edisi ke 26 sejak pertama kali diselenggarakan sejak 1994. Seperti biasanya
tiap peringatan Rojabiyyah, Abah Yai Djamal senantiasa istiqomah mempelopori
agenda temu alumni sebagai bagian dari rangkaian peringatan Rojabiyah. Kali ini
kegiatan sakral tersebut dilaksanakan pada
09 Maret 2020, tepatnya senin pagi.
Bertempat di masjid Al Muhibbin, ribuan santri
berkumpul dalam satu majlis untuk bersama-sama mengobati kerinduan pada Sang
Guru tercinta, Abah Yai Mohammad Djamaluddin Ahmad.
Gus Syaiful: Rojabiyah Memanggil
Acara sakral temu alumni tersebut diawali dengan
sambutan Gus Syaiful Hidayat selaku ketua panitia yang merangkap pula sebagai
ketua alumni. Dalam muqodimahnya Gus Syaiful menuturkan perihal Rojabiyah,
dikatakan bahwa tema Rojabiyah memanggil yang diplot sebagai tema tahun ini
telah menyedot perhatian yang besar dari para alumni terhadap kontribusi dalam
acara.
Beliau menuturkan hal yang menyentuh tentang betapa pedulinya Abah Yai Djamal terhadap para
santrinya. Dituturkan Gus Syaiful bahwa sebelum acara temu alumni, Abah Yai
Djamal pasti selalu gelisah tentang “oleh-oleh” yang akan diberikan beliau pada
para santrinya yang hadir untuk menyambung tali kerinduan.
Anak-anakku wis enek sing berumah tangga tangga. Onok sing arep berumah tangga. Aku tak wehi iki. Barangkali ono manfaate.
Kurang lebih seperti itulah dawuh Abah Yai Djamal
pada Gus Syaiful. Dawuh tersebut menegaskan tentang betapa pedulinya Abah Yai Djamal
terhadap para santrinya, status alumni pun tak menyurutkan betapa pedulinya
Abah Yai terhadap para santrinya.
Ustadz Ali Haidar: Sebuah Pencerahan Rohani
Sebelum Abah Yai Djamal memberikan tausiyah
pada para santri, Ustadz Haidar dari Blitar selaku perwakilan santri didaulat
menuturkan tutur kata atas nama alumni. Terkait temu alumni dan sowan Ustadz
Haidar menuturkan hal menarik.
sowan ini adalah kebutuhan untuk santri mendapatkan petuah dari Abah Yai, sebab itu pertemuan ini merupakan pencerahan rohani. Dimana kita dapat bertemu dalam satu sudut pandang, tidak ada atribut lain, kecuali atas nama santri.
Tausiyah Abah Yai Djamal
Dalam pertemuan santri alumni
edisi Rojabiyah tahun 2020 ini, Kyai Djamal bermaksud untuk mengijazahkan beberapa
amalan pada para santri sebagai bekal dalam berjuang di masyarakat. Sebelum
memberikan akad ijazah di akhir mauidhah, Kyai Djamal menyinggung perihal cara Mendidik
Anak yang baik. Dalam tausiyahnya Abah Yai Djamal tidak serta merta memberikan
mauidhah lewat ucapan, tetapi beliau juga memberikan sebuah print out
dari materi yang akan disampaikan. Tentu sebagai perwujudan tentang betapa
seriusnya beliau untuk membnerikan pemahaman ilmu pada para santri beliau.
Kulo sedoyo diparingi Allah yang besok akan dipertanggungjawabkan yaitu anak putu. Oleh karena itu saya tulis dalam lembaran. Saya tulis dengan maksud supaya tausiyah ini bisa abadi. Kalau berupa ceramah tidak tertulis. Sing nyatet yo nyantol, sing gak nyatet yo lali. Sebab itu maka ceramahnya ditulis, mohon disimak
Dalam awal tausiyahnya, Kyai Djamal memulai
dengan pernyataan dari makna QS Tahrim:
06 tentang perintah Allah untuk menjaga
diri serta menjaga keluarga dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu. Dengan penjaganya adalah malaikat yang kasar dan keras, yang hanya mematuhi perintah dari Allah Swt.
Lantas dari ayat tersebut memunculkan
pertanyaan mendasar tentang bagaimana cara menjaga diri dan keluraga dari api
neraka ?.
KH Mohammad Djamaluddin Ahmad menuturkan bahwa adablah yang berperan sebagai solusi
kehidupan. Sebagaimana ucapan Sayydina Ali bin Abi Thalib ra tentang perintah
mengajarkan adab dahulu daripada mengajarkan sebuah ilmu.
Ucapan Sayyidina Ali tentu akan memunculkan pertanyaan mengapa adab di dahulukan daripada
sebuah ilmu ?. Kyai Djamal menegaskan bahwa adab lebih penting daripada ilmu. Beliau merujuk
pada ucapan Syekh Hasan Al Bashri:
مَنْ
لَا أَذَبَ لَهُ لَا عِلْمَ لَهُ
“ Barang siapa yang tidak mempunyai
adab maka ilmu tidak ada artinya”
Sebagai penegas lain,
Kyai Djamal juga menceritakan tentang hikayat ulama terdahulu dalam proses
pendidkan. Diceritakan bahwa Syekh Abdurrohman Al Uttaqi Al Mishri belajar ilmu
dari Imam Malik bin Anas (Imam Maliki) selama 20 tahun. Dimana beliau
menghabiskan 18 tahun belajar tentang adab, sedangkan hanya 2 tahun Syekh Abdurrohman
menghabiskan untuk belajar ilmu.
Terkait posisi adab yang
mengungguli ilmu, hal serupa juga ditegaskan oleh dawuh Imam Malik bin Anas
(Imam maliki) pada muridnya Mohammad bin Idris bin Abbas bin Utsman As Syafi’I (Imam
Syafi’i).
اِجْعَلْ عِلْمَكَ مِلْحً وَ أَذَبَ دَقِيْقً
“ Jadikanlah ilmumu
seperti garam dan adabmu seperti tepung”
Kemudian Kyai Djamal juga menyinggung tentang
tahapan medidik anak yang baik harus dilakukan dalam lima proses tahapan; (1)
Pembentukan benih, 2) Dalam kandungan, 3) Kelahiran (menyambut dengan gembira, di
adzani, memberi nama baik, aqiqah, mencukur rambut, khittan), 4) Sejak usia dini
didiklah agama, 5) Usia remaja mewaspadai lingkunganan pergaulan.
(Untuk
jelasnya lihat di foto dibawah)
Kemudian Kyai Djamal juga mengutip dawuh Imam
Al Buwaihi yang bertanya pada Imam Syafi’ selaku gurunya. Ditanyakan oleh Imam
Al Buwaihi, “ Bagaimana supaya orang jadi sholih dan ilmunya manfaat”.
Imam Syafi’i menjawab dengan perintah melakukan
empat hal, meliputi:
(membersihkan hati dari sifat
madzmumah, seperti; hasud, ghodob, dan lain-lain )
Terkait poin nomor satu ini
haruslah diperhatikan oleh orang tua, karena dikatakan sebuah maqolah bahwa
anak adalah cerminan dari orang tua. Artinya perilaku orang tua pastilah akan
menurun pada si anak. Sebut saja seperti orang tua yang punta sifat hasud, maka
anak dari orang tua tersebut pasti akan mendapat warisan sifat hasud.
Kyai Djamal mengambil
contoh perilaku kebiasaan wanita yang gemar menyukai perhiasan dunia atau
harta, sedangkan laki-laki umumnya tergoda dengan wanita. Ternyata kebiasaan
perilaku ini disebut Kyai Djamal merupakan warsian dari nenek moyang mereka,
Nabi Adam As dan Siti Hawa.
Semasa di surga siti hawa tergoda memakan buah khuldi yang
disebut syetan mempuyai keunggulan, sedangkan Nabi Adam bukanlah tergoda
kelezatan buah khuldi tersebut melainkan beliau tergoda sifat rayuan dari Siti
Hawa yang merengek meminta buah khuldi. Hasilnya perilaku keduanya pun menjadi
warisan pada anak cucu mereka, hingga sekarang.
Sebuah Hikayat lain tentang
anak adalah cerminan orang tua kembali diceritakan Kyai Djamal, kali ini adalah
kisah dari Fir’aun, seorang raja mesir yang menajdi musuh bubuyutan Nabi Musa
As.
Kisah: Dosa Warisan Fir'aun
Dikatakan oleh Kyai Djamal
bahwa Raja Fir’aun dulunya mempunyai nama kecil yakni; Walid bin Mus’ab. Si
Ayah yang bernama Mus’ab sendiri merupakan seorang peternak sapi. Suatu saat ia
Bersama istrinya diuji Allah Swt dengan cobaan belum dikaruniai seorang anak.
Bertahun-tahun berlalu,
Mus’ab Bersama istrintya masih belum dikaruniai anak. Hingga Mus’ab pun
berperilaku buruk, ia selalu iri dengki apabila mendengar tetangga dan warga
setempat dikaruniai anak. Setiap ada wanita yang hamil maka wanita
tersebut diambil dari suaminya dan ia asuh, begitu seterusnya. Bahkan kebiasaan
ini berlaku pada hewan ternaknya yang hamil.
Suatu saat Mus’ab marah
besar pada salah satu ternaknya yang kembali hamil. Dipukulilah hewan tersebut
atas kekesalan dan kedengkian hatinya karena belum mendapat anak. Hingga
tiba-tiba atas fadhal Allah hewan tersebut berbicara pada Mus’ab: “ Tuanku,
anda akan mendapatkan keturunan putera, tapi ia terlahir dari bahan yang
diambil dari empat penjuru neraka jahanam”.
Mus’ab terkejutnya bukan
kepalang. Tapi ia tak terlalu memperdulikan nasehat ternaknya. Hingga suatu
saat istri Mus’ab pun hamil sebagaimana perkataan ternaknya. Lalu tak lama
kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki. Hingga bayi tersebut menjadi anak
laki-laki yang tampak sehat, gagah, kuat, bahkan tak pernah dilanda sakit.
Namun tak lama kemudian Mus’ab jatuh sakit dan meinggal dunia.
Anak laki-laki tersebut
oleh ibunya diberi nama Walid, hingga ia beranjak remaja dengan perkembangan
fisik yang semakin gagah. Walid remaja juga memilki keterampilan dan bakat yang
tinggi, bahkan kala remaja ia sudah menjadi seorang pengusaha mebel yang
produknya laris. Alhasil walid pun menjadi seorang yang kaya raya dengan uang
yang melimpah.
Namun itu berbanding
terbalik dengan perilaku keseharian. Dimana Walid terkenal dengan hobinya yang
gemar Judi dan Minum-minuman keras. Meski Ibunya terus menasehatinya agar
anaknya mempunyai akhlaq yang baik dan memnghentikan perilaku buruknya, namun
itu tak membuat Walid merubah sikapnya. Malah sang Ibu pun dibentaknya dengan
ucapan kasar; “ Ya Umi, Jika nafsuku menyukai itu maka akan aku lakukan”.
Sejak itu sang ibu tak lagi
memanggil anaknya dengan nama ‘Walid” melainkan dengan sebutan ‘Aun. Hingga
suatu saat walid (‘Aun) kehabisan uang ketika bermain judi karena ia terus
terusan kalah, namun itu tak mematahkan keinginannya untuk kembali terus
berjudi. Seluruh pakaiannya pun ia gunakan sebagai taruhan meski sekali lagi ia
kalah. Hingga yang dipunyainya hanyalah sebuah celana dalam yang juga pada
akhirnya menjadi sebuah taruhan. Dan untuk sekian kalinya Walid (‘Aun) kembali
kalah.
Bukan malunya ia melihat
orang sekitar meledeki ia yang tak berbusana sehelai pun. Karena malu Ia pun
memutuskan untuk lari dari tempat tersebut. Orang-orang setempat pun
meneriakinya dengan perkataan; فَزَّ عَوْنٌ yang artinya Lari ‘Aun. Peristiwa itulah
yang pada akhirnya menjadi cikal bakal
ia dipanggil Fir’aun. Namun kejadian memalukan tersebut tak menghentikan
berbagai aksi kebusukan perilakunya. Terutama kedengkiannya kepada seseorang
yang mendapat nikmat lebih daripadanya. Persis seperti sifat dengki yang telah
melekat pada Mus’ab ayahnya.
Setiap ada orang kaya,
dibunuhlah orang tersebut lalu diambil hartanya. Hingga puncaknya ia berhasil
membunuh raja Mesir dan mengkudeta tahtanya. Jadilah ia penguasa Mesir melalui
sikap dengki yang diwariskan ahanya. Namun pada akhirnya kedengkian itu
membuatnya binasa kala bersua dengan Nabi Musa As. (Tamat)
( (Selalu mengkonsumsi Makanan dan minuman yang
halal)
Terkait poin nomor satu ini haruslah diperhatikan oleh orang tua karena setiap makanan dan minuman yang halal jika dikonsumsi akan mampu menjernihkan hati dan fikiran, sedang makanan dan minuman yang haram akan membuat hati dan fikiran mati.
3) الدُّعَاءُ الوَلِدَيْن
( (Doa Restu kedua orang tua)
Adapun poin ini juga harus
diperhatikan kita semua apabila melakukan sesuatu harus meminta izin orang tua
sekaligus meminta doa dan restu dari keduanya pula. Apabila orang tua berkendak
tidak menyuaki sesuatu yang kita suka hendaknya kita harus mengesampingkannya.
Poin ini pula yang pernah
menjadi kebibgungan Abdullah Bin Umar bin Khattab (Ibnu Umar) yang telah
menikahi wanita yang ia suka. Namun sang ayah Umar bin Khattab enggan
menyetujuinya dan tak mersestui hubungannya. Ibnu Umar pun bingung hingga ia
memutuskan sowan ke Rasulullah Saw terkait solusi persitwia tersebut. Namun
Rasulullah saw pun hanya memberikan satu maklumat yang berisi anjuran untuk
menceraikan istrinya atas tak ada ridho dari orang tuanya.
Dalam sebuah riwayat Nabi
pernah bersabda; “ Di hari akhir nanti anak akan jauh dari orang tua dan lebih
dekat kepada dunianya”. Riwayat ini menurut Kyai Djamal cukup terbukti di era
sekarang, dimana banyak anak yang lebih berbakti pada HP (Handphone) daripada
orang tua. Buktinya ketika dipanggil orang tua, banyak anak yang justru lebih
mementingkan bermain HP, Naudzu billah.
( (Ridho dari guru)
Poin keempat juga harus diperhatikan
karena guru merupakan orang tua batin selain orang tua kandung (fisik)
Jika telah melakukan empat poin
diatas dengan baik maka isya Allah akan dijadikan seseorang yang Sholeh dan
mempunyai ilmu yang manfaat.
Penjelasan terakhir Kyai Djamal
dalam temu alumni adalah kutipan dari dawuh Sayydina Ali bin Abi Thalib ra tentang
tanda-tanda orang beruntung, meliputi;
1). قُوَّتُ الحَلَال (Makan minumannya Halal)
2) مُجَالَسَةُ العَالِم (Berteman dengan orang Alim)
3) صَلَوَاتُ الخَمْسَ مَعَ
الاِمَامِ
(Selalu sholat 5 waktu berjamaah)
Sedangkan tanda tanda orang rugi menutut
Sayyidina Ali bin Abu Thalib ra bermakna sebaliknya; Makan minumannya Haram, Menghasud
orang alim, selalu shalat 5 waktu sendian.
Amalan Ketika Anak Bandel
Sebelum memungkasi tausiyah dalam Pertemuan Alumni, Abah Yai Djamal menuturkan hal yang penting untuk diperhatikan bagi setiap orang tua yang mempunyai anak. Dituturkan Abah Yai Djamal bahwa anak harus senantiasa didoakan oleh orang tua. Tidak serta merta dipukul dan disiksa apabila melakukan kesalahan.
Sebelum memungkasi tausiyah dalam Pertemuan Alumni, Abah Yai Djamal menuturkan hal yang penting untuk diperhatikan bagi setiap orang tua yang mempunyai anak. Dituturkan Abah Yai Djamal bahwa anak harus senantiasa didoakan oleh orang tua. Tidak serta merta dipukul dan disiksa apabila melakukan kesalahan.
Diceritakan Abah Yai Djamal bahwa
konon di daerah kelahiran beliau di nganjuk pernah terdapat sebuah misteri. Setiap
ada orang tua yang memukul dan menyiksa anaknya yang melakukan kesalahan, orang
tua tersebut akan didatangi seorang laki-laki dari arah yang tak diketahui. Konon
laki-laki tersebut bernama Syekh Tajuddin yang kedatangannya selalu secara
mendadak, tak tahu dari mana beliau datang dan tak diketahui ke mana beliau
pergi.
Setiap ada orang tua yang memukul dan
menyiksa anaknya maka Syekh Tajuddin akan menasehati orang tua tersebut. “ Lho
anak kok disikso, kok digepuk, anak nakal salahe opo”.
Lalu Syekh Tajuddin pun memberikan
sebuah wejangan amalan agar sang anak dibukakan hatinya oleh Allah sehingga tidak
nakal (bandel).
“Ibuke, bapakke, mrene. Anak saben-saben
weton posohono. Sing poso ibukne, nik Ibukne halangan udzur diganti bapake. Pas
bengine shalat Hajad. Anake di hadiahi Fatihah 41 kali.”.
Setiap selesai memberi wejangan,
Syekh Tajuddin menghilang entah kemana, entah menuju mana. Tak ada yang tahu darimana ia datang dan ke mana ia menghilang.
Nah, terkait amalan dari Syekh
Tajuddin diatas. Pada temu alumni kali ini, Abah Yai Djamal resmi menghadiai ijazah
amalan tersebut kepada para santrinya.
Berikut kaifiyah (Tata cara)
pelaksanaan amalan tersebut:
1. Si Ibu Melakukan Puasa setiap hari weton kelahiran anaknya. Apabila
Ibunya berhalangan (udzur syar’i) maka diganti ayahnya.
a. Pada rakaat pertama usai membaca surat Al Fatihah, membaca Surat Al
kafirun sebanyak 10 kali.
b.
Sedangkan Pada Rakaat kedua usai membaca surat Al Fatihah, membaca Surat
Al Ikhlas sebanyak 10 kali.
a.
Shalawat sebanyak 10 kali
b.
Tasbih (Subhanallah wal hamdu lillah ….) sebanyak 10 kali
c.
Rabbana atina fidunya hasanah ……. Sebanyak 10 kali
a.
Rasulullah
b.
Syekh Abdul Qadir Jailani
c.
Syekh Ahmad Tajuddin
d.
Syekh Hasbullah Salim
e.
Semua anak anak (baik yang lahir atau dalam kandungan)
f.
Walidaiya (Kedua Orang tua)
****
Peresume Rizal Nanda M
Masjid Al Muhibbin, 09 Maret 2019
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.