Kitab dan
Shuhuf Sebagai Wahyu Allah Swt
Sebagai
seorang muslim kita dituntut untuk iman kepada kitab-kitab Allah. Kitab Allah
sendiri merupakan sebuah Kalamullah (Firman Allah) yang diturunkan pada para
Rasul sebagai pedoman dan syariat para umat untuk mencapai kehidpan yang benar.
Selain itu
dalam kitab Allah terdapat sebuah perintah dan larangan dari Allah, termasuk
pula janji bagi umat yang ta’at serta ancaman bagi umat yang ingkar.
Kitab-kitab Allah terbagi menjadi empat macam yakni; Taurat (Nabi Musa As), Zabur (Nabi Daud As), Injil (Nabi Isa As) dan Al Qur’an (Nabi Muhammad Saw). Berikut pembagian dalam bentuk tabel
No |
Nama Kitab |
Penerima |
Bahasa Kitab |
Sasaran / Umat |
Lokasi Turun |
Isi |
1 |
Taurat |
Nabi Musa As |
Bahasa Ibrani (Israel) |
Bani Israil |
Palestina |
Hukum-Hukum Syariat (puasa 10 asyura,
10 perintah, dll) |
2 |
Zabur |
Nabi Daud As |
Bahasa Ibrani (Israel) |
Bani Israil |
Palestina |
Pujian, Wirid, Syair, pada Allah (Syariat
Zabur memakai syariat Taurat) |
3 |
Injil |
Nabi Isa As |
Bahasa Ibrani (Israel) |
Bani Israil |
Palestina |
Hukum-Hukum Syariat, moral, Hikayat, penjelasan
Nabi Akhir |
4 |
Qur’an |
Nabi Muhammad Saw |
Bahasa Arab |
Rahmatal Lil Alamin |
Hijaz (Arab) / Makkah |
Hukum Syariat terbaru (shalat, puasa Ramadhan,
dll), Hikayat, Akhlaq, Sains, Muamalah, dll |
Disisi lain
sebenarnya selain berbentuk Kitab, Wahyu Allah beberapa Rasul ada yang berupa
Shuhuf atau Shahifah. Bedanya adalah, Rasul yang mendapat Kitab mempunyai
tanggungjawab mengajarkannya pada umatnya, sedangkan pada Shuhuf tidak ada
perintah khusus untuk menyebarkan ajaran yang terkandung didalamnya.
Perbedaan lainnya, dalam Kitab berisikan berbagai tema-tema dan aneka penjelasan yang berkaitan satu surat dengan surat yang lain. Sedangkan Shuhuf lebih cenderung sederhana dan terbatasi satu tema saja, itupun sama sekali taka da yang berisi seputar syariat ibadah atau hukum khusus.
No |
Nabi Penerima Shuhuf |
Jumlah Shuhuf |
1 |
Adam As |
10 Shuhuf |
2 |
Syits As (Putera Nabi Adam) |
60 Shuhuf |
3 |
Idris As |
30 Shuhuf |
4 |
Ibrahim As |
30 Shuhuf |
5 |
Musa As |
10 Shuhuf |
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kitab dan shuhuf / shahifah mempunyai satu kesamaan mendasar. Yakni keduanya sama-sama merupakan firman Allah Swt atau Kalamullah, keduanya juga diturunkan oleh Allah Swt pada para Rasul-Nya melalui malaikat Jibril. Adapun Malaikat Jibril sendiri bisa dibilang bosnya para malaikat Allah yang jumlahnya tak terhingga.
Bagaimana Cara Iman Kepada Kitab Allah, termasuk Pada Tiga Kitab Pendahulu ?
Iman Kepada Kitab Allah merupakan Rukun Iman ketiga, dari enam rukun iman yang harus ditanam dalam hati umat islam. Jika ada pertanyaan Mengapa rukun Iman masuk urutan ketiga ?, simpel saja jawabnya.
Allah sebagai Dzat yang Maha tinggi berada di puncak rukun Iman yang harus pertama kali ditanam dalam hati. Nomor dua ada para Malaikat yang menjadi bawahan atau kaki tangan Allah. Lalu Ketiga ada Kitab Allah, dimana Allah memberi perintah Malaikat untuk menyampaikannya pada Para Rasul.
Sebab itulah Iman kepada Kitab mendahului Iman kepada Rasul yang berada di posisi keempat. Dari Rasul inilah diajarkan tentang peristiwa hari kiamat yang diplot sebagai iman nomor lima. Adapun hari Kiamat sendiri merupakan sebuah bagian dari rukun iman keenam yakni Qodho’ dan Qadar Allah Swt.
Perlu
diingat bahwa Iman disini tidak hanya yakin saja, tetapi mencakup tiga garis besar; membenarkan
dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dam mengamalkan dengan perbuatan (tindakan
nyata).
Katakanlah seseorang iman kepada Al Qur’an sebagai salah satu kitab Allah, maka seseorang tersebut dituntut untuk sadar diri membenarkan keaslian dan kebenaran Al Qur’an sebagai wahyu terakhir. Tidak cukup itu seseorang tersebut juga harus mengamalkan Al Qur’an sebagai syariat islam, baik itu membaca teksnya, mengkaji isi dan asbabun nuzulnya, hingga mengamalkan nilai yang terdapat dalam kandungannya.
Lantas bagaimana dengan bentuk iman terhadap kitab Allah selain Al Qur’an, semacam taurat, Zabur, Injil ?. Apakah kita sebagai muslim juga mempunyai kewajiban serupa terhadap kitab-kitab selain Al Qur’an ?
Memang, Islam memandang tiga kitab sebelumnya juga merupakan Kalam Allah Swt, adapun memulyakan kalam Allah yang tertulis pada Kitab Allah tentulah hukumnya wajib. Namun perlu dicatat bahwa Al Qur’an sebagai kitab terakhir memiliki posisi lebih dibanding tiga kitab sebelumnya.
Pertama, dari
segi pemegang Al Qur’an sendiri merupakan manusia yang paling sempurna se jagat
lil alamin, Baginda Rasulullah Muhammad Saw. Bahkan saking mulyanya Nur atau
Ruh Nabi Muhammad Saw diciptakan Allah dari bagian dari sifat kemuliaan-Nya jauh
sebelum Allah Swt menciptakan mahluk semesta beserta jagat Raya.
Kedua, dari
segi Objek Al Qur’an sendiri, bisa dibilang Al Qur’an merupakan penyempurna (upgrade) dari ajaran yang terkandung dalam
tiga kitab sebelumnya. Sebagaimana dalam QS. Al Maidah: 48 yang menejelaskan posisi
Al Qur’an sebagai pembenar kitab-kitab sebelumnya sekaligus penjaga nilai asli
kitab sebelumnya yang telah digubah oleh beberapa kalangan bani Israel sendiri.
ÙˆَØ£َنزَÙ„ْÙ†َآ Ø¥ِÙ„َÙŠْÙƒَ ٱلْÙƒِتَٰبَ بِٱلْØَÙ‚ِّ Ù…ُصَدِّÙ‚ًا Ù„ِّÙ…َا بَÙŠْÙ†َ ÙŠَدَÙŠْÙ‡ِ Ù…ِÙ†َ ٱلْÙƒِتَٰبِ ÙˆَÙ…ُÙ‡َÙŠْÙ…ِÙ†ًا عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu (QS. Al Maidah: 48)
Bedasar dua argument
tersebut, bisa dibilang Al Qur’an menyandang kitab Allah Swt yang paling lengkap
substansi yang dikandungnya, tidak hanya nilai berkenaan hak Allah, tapi juga
nilai seputar kemanusiaan. Bukan hanya
itu atas Fadhol Allah Swt, Al Qur’an juga dijaga keaslian dan keotentikan nilai
yang ada didalamnya.
Sebagai
bukti nyata, dipergunakannya Bahasa Arab dalam cetakan Al Qur’an diberbagai daerah menjadi penegas
terjaganya keaslian Al Qur’an. Tak seperti injil, Zabur, taurat yang kerap tersebar
bukan menggunakan bahasa aslinya (Ibrani) melainkan dengan aneka bahasa menyesuaikan
Bahasa tiap daerah. Yang mana sangat berpotensi menimbulkan hilangnya
keotentikan dan keaslian nilai dalam tiga kitab pendahulu Al Qur’an tersebut.
Inti dari paparan ini adalah, bentuk iman kepada kitab Allah selain Al Qur’an adalah sekedar percaya saja. Mempercayai bahwa Taurat, Zabur, dan Injil merupakan bagian dari Kalamullah Allah Swt. Tidak sampai pada pembenaran ajaran yang ada di dalamnya diluar ajaran Al Qur’an, karena jaman sekarang menemukan keaslian tauhid pada tiga kitab tersebut sungguh sangat mustahil, Wallahu ‘alam.
Apalagi mengamalkan ajaran Syariat khusus yang terdapat pada Taurat, Zabur, dan Injil diluar Syariat Al Qur’an dan Sunnah (Hadist). Tentu sangat tidak diperbolehkan dilakukan oleh umat Islam. Kecuali jika memang Syari’at tersebut juga dijelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah (hadist). Toh, Islam sudah punya kitab Al Qur’an yang paling sempurna termasuk ajaran syariatnya, mengapa harus mengamalkan syariat edisi lama.
Tetapi diperbolehkan bagi umat Islam yang hanya sekedar mengkaji tiga kitab tersebut, sebagai bentuk penghormatan atas nama besar tiga kitab tersebut sebagai bagian dari Kalam Allah Swt. Atau sebagai bentuk upaya memperdalam keimanan kepada Allah Swt sebagai Dzat yang maha Berfirman. Dengan catatan tidak mencampur adukkan syariat yang ada dalam Islam (Al Qur’an) dengan syariat yang ada pada Taurat, Zabur, maupun injil.
Wallahu ‘Alam
Oleh: Rizal Nanda M
Ditulis dalam rangka pembelajaran PAI SMK Islam Tikung, Kelas XI AKL, XI OTKP, XI BDP, Bab Iman Kepada Kitab-Kitab Allah.
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.