Sudah
masuk tahun baru sejak kepergian Ki Petruk mencari empu yang dapat membantunya
dalam menyucikan gaman welgeduwelbeh yang telah ternodai di tahun lalu. Sedang
mahaguru Kyai Lurah Smarasanta (Semar) tak tahu entah kemana perginya. Kyai
Smarasanta hanya meninggalkan wasiat kepada dua murid terpercayanya, Ki Bagong
yang bertubuh tambun dan Ki Gareng yang gemar bersosmed. Adapun mandat wasiat
tiada lain menyuruh Ki Bagong dan Ki Gareng untuk menjaga mayapada hastina dari
berbagai goncangan anti kemanusiaan dan keberagaman umat.
***
Seperti
biasa Ki Gareng tetap beristiqomah berdialek dengan gaman saktinya apalagi
kalau bukan Tablet mandraguna yang kerap dipakainya dalam memata-matai
perkembangan jagat mayapada. Pusaka sakti tersebut membuat Ki Gareng seolah
menjadi “intel” dadakan yang mana dengan sekali klik-klik ia pun dapat menembus
sekat-sekat kasta-kasta keduniawiaan yang terpampang di sepanjang jagat maya.
“Tahun
baru kali ini bukan sekedar hajatan biasa dimana orang-orang dapat menjalankan
aktivitas mereka sebagaimana mestinya. Engkau tahu bahwa di tahun baru edisi
kali ini terdapat hajatan besar dimana masyarakat mayapada akan sibuk berdrama
mencari simpatisan dukungan berbagai tatanan di sesama mereka ”, Papar Ki Gareng
pada Bagong sambil menggeser-geser layar tabletnya.
“
Kemana engkau selama ini, engkau terlalu sibuk dengan dunia mayamu sehingga
engkau lupa terhadap situasi nyata. Bukankah dari tahun lalu memang mayapada
sudah berantakan tatanannya. Apa engkau tak menyadari geliat panasnya suasana
tahun lalu dengan gejolak-gejolak kaum elit yang bermain politik melalui dogma
politik identitas atas nama sebuah kelompok melebihi semangat ke-mayapadaan.”,
Bagong mencoba membantah Gareng
“
Memanglah demikan, tapi ini lain ceritanya. Mayapada Hastina akan menjumpa
sayembara politik di tahun ini. Jika ada istilah politik tentu hal pertama yang
dikhawatirkan adalah penyinggungan tentang kepentingan-kepentingan diri diatas
kepentingan lain demi memenangi sayembara tersebut”. Cetus Ki Gareng mencoba
menjustifikasi pendapatnya.
***
Mendengar
istilah sayembara politik Ki Bagong pun mulai tertarik untuk berdialek seputar
temaa jaman “Now” tersebut.
“
Sayembara politik memang sulit untuk mendapati keputihan diri secara kaffah.
Hawa nafsu untuk menguasai dan merajai sayembara terkadang menjadi penyebab
utama terciptanya setitik noda yang lambat laun menghilangkan estetika
kemanusiaan pada kesakralan sayembara.”
“Perang
besar aliansi Ayodya - Kiskenda melawan negeri Alengka juga disebabkan atas
perebutan kepentingan dua raja. Sri Rama Wijaya di kubu Ayodya yang berusaha
mengambil haknya atas Dewi Sinta, sedang di kubu Alengka atas dasar kepentingan
Rahwana sebagai pembuktian kesungguhan cintanya pada Dewi Sinta”.
“
Bukan hanya itu, perang Baratayuda atau yang juga disebut tragedi Kuruksetra
antara Pandawa vis a vis Kurawa juga tiada lain adalah imbas dari ketidak
puasan politik yang tak disertai usaha untuk duduk bersama, malah keduanya
tetap bersikeras memegang prinsip identas masing-masing; pandawa sebagai putra
raja Pandu dan kurawa sebagai kaum elit terhormat kala itu.”. Papar Ki Gareng
mencoba menggurui Ki Lurah Bagong.
“
Mengapa mahaguru Smarasanta memandatkan kita agar menjaga Mayapada Hastina
sepeninggal guru pergi ntah kemana. Apalagi jagat hastina kini kembali dilanda
gonjang-ganjing oleh isu-isu murahan. Bahkan nama luhur mahaguru Smarasanta pun
ikut terkena catut.”
" Sebagai punakawan
Apa yang harus dikata ?.
Melihat saudara bangsa
Saling bentrok idealismenya
Mengecam di mana-mana
Rendahkan satu sama lainnya
Pemaksaan kehendak mereka
Apatis kepluralan bangsa
Sebagai punakwan
Apa yang harus dibicara ?.
Tatkala penuntutan meraja lela
Beriring idealisme semata
Pro-kontra memang biasa
Tapi mengapa harus diserta
Hasutan benci pada saudara
Ketidak percaya pada negara "
Apa yang harus dikata ?.
Melihat saudara bangsa
Saling bentrok idealismenya
Mengecam di mana-mana
Rendahkan satu sama lainnya
Pemaksaan kehendak mereka
Apatis kepluralan bangsa
Sebagai punakwan
Apa yang harus dibicara ?.
Tatkala penuntutan meraja lela
Beriring idealisme semata
Pro-kontra memang biasa
Tapi mengapa harus diserta
Hasutan benci pada saudara
Ketidak percaya pada negara "
“
Engkau terlalu memuitiskan diri mengilhami aneka dialeka nusantara. Sebagai
punakawan kita cukup melaksanakan tugas kita sebagaimana mandat mahaguru. Tak
usahlah berfkir jauh tentang politik yang terjadi di mayapada. Apalagi ikut
terjun bergeliat dalam hiruk pikuk sayembara politik”. Kata Ki Gareng,
“Engkau
ini bagaimana atau harus bagaimana kau ini. Kau bilang tadi bahwa tahun ini
adalah tahun politik. Bagaimana nantinya jika Hastina akan dipimpin oleh kaum
elit yang semakin parah dari tahun kemarin. Kemarin saja muncul hoax
dimana-mana bahkan mencatut nama
mahaguru Semar. Sebagaimana engkau bergeliat di jagat maya, mesktinya engkau
sadar bahwa peradaban bangsa sudah terinfeksi peradaban sampah atas isu-isu
murahan yang mencoba untuk memecah belah status ukhuwah.”
“
Jadi itu maksudmu Ki Bagong, apa engkau berencana mengikuti sayembara politik
yang penuh carut marut itu. Jika engkau ingin ikut andil dalam panasnya
pergolakan mestinya pertama yang harus engkau lakukan adalah terlebih dahulu
membuat sebuah Partai sebagai media untuk mengkampanykan diri, Partai Bagong
semok misalnya. Atau jika lebih suka hal instan jika engkau bisa milih
alternatif kedua yaitu nimbrung dalam status keanggotaan partai kaum elit”
“
Kayaknya memang aku lebih pantas jadi ketua partai daripada harus memulai dari
status anggota partai. Okelah, kayaknya partai Bagong tampan semok menawan
bersahaja membela rakyat lemah tanpa sogokan pas jika dipakai sebagai nama
partai”
“Tatkala
daku terpilih menjadi penguasa kasta istana. Akan daku buat kebijakan
mewajibkan para elit negara utuk tinggal di dalam penjara. Sedangkan rakyat
kasta bawah akan ku mandatkan untuk menjadi penghuni istana”
“Idealismemu
memang lebih semprul daripada Togok. Apa alasanmu mengambil kebijakan tersebut
Ki Lurah Bagong?: Tanya Ki Gareng.
“Bukankah
pemimpin memang mempunyai kewajiban sebagai pelayan rakyat. Jadi wajarlah jika
para pemimpin kaum elit harus mendekap
di penjara agar mereka lebih fokus menunaikan kewajiban mereka sebagai seorang
pemimpin dari dalam bui. Jadi mereka akan lebih fokus tanpa godaan keduniawiaan
yang berarti”.
“Jan,
semprol tenan dirimu, lantas mengapa rakyat-rakyat bawah engkau beri mandat
untuk singgah beraktivitas di istana negara?”.
“Bukankah
istana negara dibangun sebagai simbol kesejahteraan rakyat. Terutama rakyat
kasta bawah yang tak tahu apa-apa kecuali sepiring nasi yang didapatkan dari
hasil sawah sederhana. Jadi wajarlah jika mereka memang layak untuk menerima
mandat sebagai penghuni kasta istana”.
“Lantas
engkau berarti juga harus mendekap di penjara pula. Bukannya status engkau juga
sebagai penguasa kasta elit negara ?’. Tanya Ki Gareng mencoba menghabisi rekan
seperjuangan.
“Oh
kalau itu lain ceritanya. Bukankah sudah jelas kalau selain jadi penguasa daku
memanglah seorang punakawan. Wajarlah kalau daku tidak harus ada di penjara, mungkin
ketika pada jam-jam dinas saja. Mana mungkin daku bisa menunaikan tugas
punakawan untuk menasehati orang jika diriku kerap di balik jeruji besi. Toh
penjara yang aku rencanakan kelak adalah penjara yang murni penjara. Bukan
seperti persinggahan hotel bintang lima dengan fasilitas free wifi yang dapat
mengakses jagat virtual hingga mampu dapatkan promo bonus plesiran ke berbagai
tempat wisata”
“Di
era jaman Now kan seseorang pemimpin boleh merangkap-rangkap jabatan yang
diamantkan kepadanya. Ntah itu berstatus ketua partai, ketua persekutuan
sepakbola, atau bahkan ketua paguyuban preman pasar yang kerap memeras rizki si
pedagang”.
“Semprul
sekali idealisme-mu. Engkau menganut ideologi apakah gerangan; Marxisme,
lenisme, liberalism, fasisime, atau
khilafah yang pemberitaannya booming di tahun lalu”. Cetus Ki Gareng.
“Bukan
idologi apa, apapun ideologinya asal mampu diikat dalam bingkai keberagaman
tanpa menghilangkan esensi kemanusiaan, bukankah guru smarasanta mengajarkan
tentang dogma humanity never die”
***
Ki
Gareng kembali berkata sambil menyeruput kopinya.
“Jika
engkau memang ingin maju mengkuti bursa sayembara politik, maka jangan lupa
kelak jadikan aku wakilmu. Engkau pasti sudah mengetahui bahwa diriku sangat
ahli dibidang cyber war. Nantinya pasti engkau membutuhkanku untuk melindungimu
dari serangan hoak yang pasti menyerang tiada henti pada seorang penguasa. Pastilah
hoak-hoak tersebut akan mampu ku saring dalam rangka memilah mana hoak yang
membangun. Apalagi dalam kampanye pastilah engkau membutuhkan seorang yang
handal dalam melakukan blackcampaine di jagat virtual”.
“Jika
engkau jadi wakil, niscaya engkau tak akan kuat dari godaan dan tantangan yang
silih berganti menerjang. Baru diangkat sebagai penanggungjawab punakawan bagi Prabu
Puntadewa saja engkau sudah terbujuk rayuan goyangan putri Dewi Ning
Mustikaweni, hingga menyebabkan engkau berkoalisi dengannya untuk mencuri pusaka
Jamus Kalimasada milik sang prabu. Apalagi jika engkau menjadi kaum elit
penghuni istana, ntah bagaimana yang akan terjadi nantinya”. Sindir Ki Lurah
Bagong.
Memang
tatkala Prabu Puntadewa masih menjadi penguasa mutlak Hastina, sang prabu
pernah kehilangan Jamus Kalimsada yang merupakan jamus sakti apabila seseorang
memilikinya niscaya orang tersebut akan menjadi seorang raja. Sebelum akihirnya
mustika tersebut dicuri oleh Dewi Ning Mustikaweni dari Imantaka. Hingga kemudian
beralih tangan ke Ki Petruk alias Prabu Welgeduwelbeh yang akhirnya seluruh
koalisi tersebut berhasil dibongkar semua oleh Ki Bagong. Termasuk Ki Gareng
yang terlibat dalam proses pencurian mustika Jamus Kalimasada.
Disisi
lain Ki Lurah Gareng diam merengungi kesalahannya tempo dulu. Meskipun ia
berulang kali meminta maaf pada sang Prabu Puntadewa dan sang Prabu
memaafkannya, ia pun masih menyimpan rasa penyesalan yang dalam atas
perbuatannya menghianati negara Hastina kala itu. Kala itu memang Dewi Ning
Mustikaeni berhasil mendroktin Ki Lurah Gareng tentang sistem pemerinahan ideal
versi idealisme Ning Mustikaweni. Gegara kala itu Ki Gareng memang lebih akrap
bergeliat di jagat maya yang teoritis daripada jagat nyata yang penuh realitas
nyata, sehingga dengan mudah Ning Mustikaweni memasukkan doktin idealismenya
pada Ki Gareng.
***
Ditengah
keheningan tiba-tiba meluncur sebuah anak panah dari arah depan menju arah dua
punakawan tersebut. Setelah dilihat ternyata pada anak panah tersebut terikat
secarik kertas surat.
“Siapa
gerangan yang mengirimkan pesan pada anak panah ini. Apakah si Petruk sialan
itu atau justru ini surat datang dari mahaguru Smarasanta”. Kata Ki Gareng
geram kepada si pengirim.
Maka
segeralah Ki Gareng membuka gulungan pesan yang terikat di anak panah tersebut.
Lalu dibaca pula tulisan dialeka itu secara perlahan-lahan. Sesekali ia sambil
menyeruput kopi pahitnya.
“
Undangan, bagi seluruh punakawan garis lurus diharap hadir di acara peresmian
dan tasyakuran Partai Togok Menyodok dalam rangka menyongsong sayembara politik
di tahun ini. Hormat kami Togok Cs”.
Kedua
punakawan tersebut pun terkejut mendengar kabar bahwa Togok yang merupakan
rival mahaguru Smarasanta (Semar), satu langkah berada di depan mereka dalam
rangka mempersiapkan diri menyambut sayembara politik di tahun ini.
“Guru
Semar harus tahu kabar buruk ini. Ntah Togok memang sudah bebas dari penjara
atau hanya eksistensiya saja yang bebas alias mampu berpolitik dari balik
jeruji besi”.
“Apakah
punakawan garis lurus seperti kita akan jadi penonton sayembara politik. Atau
justru kita ikut andil menikmati kebusukan strategi dalam sayembara politik.
Lantas harus dimana kita mencari Guru Smarasanta untuk memberitahu perihal ini.
Sangat buruk jika partai Togok Menyodok memang berhasil menguasai pergolakan
dalam sayembara politik”. Kata Gareng.
“Sudahah
nikmati saja prosesnya. Sruput saja kopinya setelah itu tidurlah. Siapa tahu
ketika bangun tidur kita akan menemukan jawaban tentang apa yang harus dilakukan kita sebagai punakawan pada seri episode
berikutnya”. Papar Ki Lurah Bagong membijakkan diri seraya memikirkan kisah apa
lagi yang harus dilalui oleh “Para Punakawan”.
(Dibuat pada malam minggu pertama di Tahun 2018-- 6/01/2018)
----
Prev: Petruk Mencari Ganesha - Next: Pohon Beringin di Negeri Imantaka
----
----
Prev: Petruk Mencari Ganesha - Next: Pohon Beringin di Negeri Imantaka
----
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.