“ Bukanlah seseorang yang mencintai itu orang yang meminta apa-apa
dari yang dicintai. Tapi sesunguhnya mencinta ialah berkorban untukmu, bukan
tentang apa yang engkau beri kepadanya”
(Hikmah 255)
Sedikit
Penjelasan Kyai Djamal
Hikmah
ke 255 kali ini adalah memfokus perihal mahabbah alias percintaan,
dimana Ibnu Attoillah As Syakkandari memaparkan perasaan kecintaannya pada
tuhannya pada hikmah dalam Al Hikam sebagaimana disinggung kali ini.
Berkenaan
cinta zaman sekarang, Kyai Djamal menganggap bahwa banyak orang yang mencinta
namun hakekatnya cinta gombal. Orang yang cinta sejati itu kalau diminta
kekasih maka tentu akan berupaya mewujudkan, bukan malah meminta dari sang
kekasih itu.
Lalu
dalam konteks agama, sejatinya orang yang beribadah karena takut masuk neraka
dan memilih menginginkan kenimatan surga maka hakekat orang tersebut bukanlah
cinta kepada Allah melainkan pada mahluknya.
Sufi
bernama Al Qurasy pernah berkata bahwa; “ hakekat cinta sejati adalah bila
engkau memberikan keseluruhan yang kau punya kepada seseorang yang engkau
cintai. Sehingga engkau tidak mempunyai suatu apa pun lagi ”.
Semenatara
Kyai Moh Djamaluddin Ahmad mengungkapkan dalam penjelasannya bahwa Allah SWT
pernah berfirman pada Nabi Isa As yang isisnya, “ Apabila aku melihat hati
hamba-Ku tidak ada dihatinya kecintaan pada dunia dan akhirat. Maka niscaya
akan ku penuhi cinta kepada-Ku dalam hatinya” .
Selain
itu Allah SWT juga pernah berfirman pada Nabi Daud As, “ Hai Daud, sungguh
Aku telah mengharamkan cinta-Ku pada hati seseorang kalau hati seseorang itu
masih ada cinta selain kepadaku”.
Selain
hal diatas Kyai Djamal kembali menyinggung perihal syair cinta dari seorang
sufi yang artinya; “ Kenapa kamu mengaku cinta kepada Allah SWT ?. Tetapi
kamu masih durhaka. Hal ini sangat aneh. Seandainya kamu benar-benar cinta
pastilah kamu taat kepada Allah. Karena cinta itu membuktikan pada yang
dicintai”.
Dalam
pengajian kali ini Kyai Djamal juga menyinggung beberapa hikayat para sufi
sebagaimana dibawah.
(Mahabbah Si Pemuda Hitam)
Di jaman
Rasulullah Saw, ada pemuda badui yang
baru masuk Islam. Sebelum masuk Islam dihati orang tersebut tak ada sama
sekali rasa cinta. Pemuda tersebut sebenarnya baru delapan bulan masuk Islam,
statusnya pun Jomblo sehingga suatu hari tersentak hatinya ingin menikah.
Namun
malangnya setiap wanita yang di-sepik olehnya untuk dilamar pun
semua melolak. Wajar saja pemuda tersebut memang berkulit negroid alias bangsa
kulit hitam, berparas fisik tak begitu menawan, kalau basa kiasannya menurut
Yai Djamal “lambenya ora isa rukun”. Hasilnya sudah diketahui banyak wanita
yang menola mentah-mentah lamarannya. Apalagi yang dilamarnya adalah para
wanita yang berparas rupa cantik, anggun, semok, monthok, seksi, bahenol dan
lain sebagainya.
Karena
frustasi pemuda pemilik “lambe ora iso rukun” tersebut mendatangi Rasul untuk
curhat permasalahannya. Rasul pun bertanya kepada pemuda tersebut, “Siapa
namamu pemuda ?”.
“
Namaku Sa’ad As Suwa’i. Begini daku mau tanya pada engkau wahai Rasulullah.
Apakah orang yang kulitnya hitam itu nanti bisa masuk surga ?”, Papar pemuda
badui yang namanya Saa’d.
“
Bisa, tapi ada syaratnya. Yaitu cinta pada Allah SWT dan Rasul-Nya pula”, sabda
Rasul.
“
Lantas tapi mengapa nyatanya semua lamaranku pada para wanita ditolak
mentah-mentah”, tanya Sa’ad menyahut.
“
Jelas, karena fisik engkau itu jelek”, gurau Nabi Saw.
“
Engkau sudah masuk Islam ?”, tanya Nabi kembali.
“
Sudah Rasul”.
“
Sudah berapa lama engkau masuk Islam”.
“
Sudah lama Rasul, sekitar delapan bulan”, jawab Sa’ad.
Karena
merasa tahu benar apa maksud kedatangan Sa’ad, maka Nabi pun langsung memberi
solusi konkret.
“ Di
desa sebelah ada orang bernama Amr Bin Wahid. Ia juga baru masuk Islam beserta
seluruh keluarganya. Ia mempunyai putri yang parasnya sangat cantik. Pergilah
kesana dan bilang pada Amr Bin Wahid bahwa engkau adalah utusanku yang juga
membawa mandat untuk menikahi putrinya”.
“Baik
wahai Rasul”, kata Sa’ad sambil terbata-bata karena tak percaya atas keajaiban
yang dihadapinya. Status Jones-nya pun sebentar lagi hilang.
***
Setelah
mempesiapkan diri berhias, Sa’ad pun segera menuju Desa sebelah untuk
mendatangi rumah Amr Bin Wahid guna memenuhi mandat Nabi. Setelah bertemu Amr
maka Sa’ad pun menjelaskan secara runtut maksud kedatangannya.
Mendengar
penjelasan Sa’ad, Amr pun kagetnya bukan kepalang. Ia masih tampak tak rela
jika putrid menawannya akan dinikahi oleh seorang badui hitam. Ia pun
membanting pintu dan lari menghindar keluar rumah.
Sa’ad
yang kecewa dengan kejadian itu pun memutuskan untuk kembali ke Nabi guna
menjelaskan kejadian penolakan tersebut.
Disisi
lain tak lama kemudian tatkala Amr kembali ke rumahnya, ia malah terkejut bukan
kepalang. Ternyata putrinya telah mendengar semua apa yang telah dibincangkan
ayahnya dengan Sa’ad. Seketika itu sang putri berkata; “ Ayah, tolong restui
aku untuk menikah dengan pemuda yang bernama Sa’ad itu. Karena orang tersebut
adalah utusan dari Rasul, maka kita juga tentu harus menerima mandat tersebut
sebagai bukti kecintaan kita pada Rasul. Bukankah mencintai Rasul berarti juga
tergolong mencintai Allah SWT. Ayah tolong cepat pergi ke hadapan Rasul sebelum
ada ayat yang turun dari Allah SWT ”.
***
Mendengar
perkataan putrinya, Amr pun ketakutan apalagi mendengar perbincangan tentang
hubungan cinta Rasul dan Allah yang dikaitan dengan sebuah ayat. Karena itulah
segeralah Amr berangkat ke rumah Rasulullah guna mengklarifikasi ulang sikapnya
pada Sa’ad.
Saat
tiba di rumah Nabi Amr terkejut melihat disana juga hadir Sa’ad.
“
Aku sudah mendengar semuanya dari Sa’ad. Katanya engkau menolaknya untuk
merestui pernikahan Sa’ad dengan putrimu”, kata Nabi.
“
Benar Rasul tadi memang demikian. Namun kini hal tersebut aku urungan, kini aku
memohon agar sekiranya Sa’ad mau menerima permintaan menerima lamaranku atas
nama putriku dengan mas kawin 400 dirham.”, papar Amr.
Nabi
pun bersabda, “ Sa’ad pergilah temui istrimu, sekarang temui isterimu yang
memang sudah halal”.
“Untuk
sekarang tidak Nabi, saya mau mencari sumbangan untuk mahar pada istriku nanti
sebagai pembuktian kecintaanku ”.
Nabi
pun kembali memberi solusi konkret, “ Mintalah sumbangan pada tiga orang berikut
atas nama Rasulullah. Mintalah pada Abu Bakar maka engkau akan diberi 200
dirham. Pada Ali Bin Abi Thalib engkau mendapat 200 dirham. Dan pada
Abdurrahman bin Auf juga akan kau dapati 200 dirham”.
***
Sa’ad
pun mendatangi ketiga sahabat Nabi tersebut untuk mengungkapkan maksudnya. Setelah
mendapat uang yang cukup segeralah Sa’ad pergi ke pasar untuk membelikan
istrinya pakaian. Setelah lama memilih pakaian di pasar mendadak Sa’ad
mendengar seruan ajakan jihad perang dari Nabi.
Hasilnya
Sa’ad pun mengalokasikan seluruh uangnya untuk membeli barang akomodasi perang
seperti; kuda, tombak, pedang, dan baju zirah. Tak lupa Sa’ad juga memutuskan
untuk ikut menjadi relawan perang dengan memakai topeng agar tak diketahui
identitasnya. Termasuk Rasul sendiri yang tak tau identitas siapa sebenarnya
pasukan bertopeng tersebut.
Dengan
gagah beraninya Sa’ad yang memakai topeng bertempur di garis depan. Sembilan
kaum kafir harbi pun berhasil ia tumpas dengan pedangnya. Namun luka parahnya
dari panah pasukan kafir membuat ia terjatuh dari kudanya hingga wafat terkena luncuran
panah yang tiada henti menerjang tubuhnya.
Saat
perang selesai dengan kemenangan kaum muslimin Nabi pun membuka topeng salah
satu pasukan yang gugur tersebut. Hasilnya Nabi pun terkejut dengan sosok Sa’ad
yang tersembunyi di bali topeng tersebut. Nabi menatapnya dengan menangis lalu
mengangkat kepala dengan tersenyum, lalu menunduk sambil menoleh ke belakang. Sahabat Nabi yang
ada dibelakang Nabi pun seketika heran dengan perangai Nabi, lalu memberanikan
diri untuk bertanya, “ Kenapa Rasul berperangai demikian ?”.
“
Saya menangis karena rindu pada Sa’ad. Saya tersenyum karena nanti Sa’ad akan
masuk Surga level atas. Saya merunduk lalu menoleh kebelakang, karena saya malu
kepada para bidadari yang merebutkan Sa’ad hingga salah satu mereka terbuka
pahanya. Bilang pada istrinya agar tidak bersedih, Sa’ad mendapat hal yang
lebih baik dari Allah SWT”, tutur Nabi Saw panjang lebar.
(End)
***
Ada
hikayat lagi dari Kyai Djamal perihal mahabbah, kali ini hikayat tentang Syekh
Junaid Al Baghdadi.
(Syekh Junaid dan Forum Ulama Makkah)
Suatu
saat di Makkah terdapat forum yang dihadiri para ‘Ulama besar yang membahas
tentang bagaimana mahabbah kepada Allah SWT. Termasuk diantara ‘ulama tersebut
adalah Syekh Abu Qosmal Junaid Al Baghdadi yang saat itu masih berusia enam
tahun.
Semua
‘Ulama yang hadir diperbolehkan berpendapat satu persatu untuk mengutarakan
argumennya tentang mahabbah kepada Allah SWT. Tibalah pada Syekh Junaid untuk
beropini menyampaikan gagasan, beliau mengutarakan bahwa ada sepuluh tanda pada
seseorang yang benar-benar cinta pada Allah antara lain;
- Berangkat menuju Allah meninggalkan nafsu.
- Sambung menyambung kepada Allah.
- Memenuhi hak Allah baik batin atau pun fisik.
- Bisa berhubungan dengan Allah melalui hati.
- Hatinya terbakar dengan api cinta.
- Minumannya hati kepada Allah.
- Pembicaraannya dengan pertolongan Allah.
- Kalau mengucap selalu resmi.
- Tubuhnya tidak bergerak kalau tidak diperintah Allah.
- Senang menyebut asma Allah.
Semua
‘ulama agung yang hadir pun kagum atas dawuh Syekh Junaid, semuanya pun menangis.
“Sudah
Junaid, sudah cukup junaid. Sudah bagus Junaid, sempura Junaid”, papar salah
satu ‘Ulama yang hadir. (End)
***
(Laila Majnun)
Suatu
ketika sufi terkenal bernama Syekh Dinnun Al Mishri melihat anak kecil melakuan
Persekusi melempari seorang orang
gila perempuan. Melihat perangai anak-anak sedemikian, syekh Dinnun pun bertanya,
“ Mengapa kalian orang gila itu nak ?”.
“Karena
orang gila itu mengaku telah melihat Allah”
Syekh
dinnun pun menghampiri wanita gila tersebut.
“
Mengapa engkau mengaku melihat Allah?”, tanya Syekh Dinnun.
“
Kalau Allah terhijab padaku sekejap mata saja maka seketika itu tubuhku hancur
karena sakitnya berpisah dengan Allah.”, bentak si wanita gila.
Wanita
gila itu pun malah mengucap sebuah syair mahabbah (Bakhr Kamil).
طلب الحبيب من الحبيب رضاه
و منى الحبيب من الحبيب لقاه
و منى الحبيب من الحبيب لقاه
ابدا يلاخظه باعين قلبه
والقلب يعرف ربه و يراه
يرضى الحبيب من الحبيب بقربه
دون البعاد فما يريد سواه
Permintaan kekasih dari sang kekasih adalah kerelaannya
Dan harapan kekasih terhadap kekasih adalah bertemu dengannya
Selamanya ia akan memandang kekasih dengan mata hati
Dan hati itu mengenal Tuhannnya dan melihat-Nya
Kerelaan kekasih dari sang kekasih adalah dekat
dengannya
Bukanlah jauh, maka ia tidak mengharapkan lainnya.
Bukanlah jauh, maka ia tidak mengharapkan lainnya.
(Laila Majnun)
“Apakah engkau benar gila ?”, tanya Syekh
Dinnun kembali.
“Memang.
Bagi hari bumi memanglah gila, tapi bagi hari langit tidak”
“Bagaimana
engkau bisa menyertai Allah?”.
“Saya
tidak pernah keras kepala kepada-Nya semenjak mengenal-Nya dan jatuh cinta pada-Nya”.
“Sejak
kapan engkau kenal Allah ?”
“Semenjak
namaku tercatat sebagai orang gila”.
Sebenarnya
wanita gila yang ditemui Syekh Dinnun tersebut merupakan seorang wanita yang
masuk maqom fana’ alias majdub. (End)
Tulisan asli dibuat pada:
Tanggal : 26 Januari 2009
Tempat : PP.
Bumi Damai Al Muhibbin Tambakberas Jombang
Pengampu :
Kyai Haji Moh. Djamaluddin Ahmad
Peresume : Rizal Nanda Maghfiroh (1 wustho)
0 Komentar
Terima kasih atas masukan anda.